Rabu, 17 Juni 2009


LEPTOSPIROSIS

Ketika Menteripun Turut Mengurusi (Kencing) Tikus


Tikus, nampaknya sedang menjadi bintang pasca banjir. Tak kurang, Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menteri Kesehatan menaruh perhatian pada hewan liar yang enggan diperhatikan ini. Bak gayung bersambut, pemerintah daerah (DKI) juga memberi perhatian khusus, sampai-sampai perlu mengumumkan kepada warganya “(Sem) barang siapa yang berhasil menangkap tikus - hidup atau mati, akan dianugerahi hadiah uang sebesar Rp 3000 perekor!”.

Vonis telah dijatuhkan, tikus dinyatakan bersalah karena kencing sembarangan, sehingga merebak wabah leptospirosis. Akibat ulah binatang mengerat ini, hingga minggu pertama Maret 2002 di DKI tercatat ada 27 kasus leptospirosis, 9 kasus diantaranya berakhir dengan kematian penderita. Selain DKI, 15 propinsi di Indonesia dilaporkan mengalami kasus serupa. Benarkah tikus merupakan satu-satunya hewan yang bertanggung jawab? Bagaimana kaitan antara kencing tikus, banjir dan wabah leptospirosis?

Sapi, kuda dan anjing juga !

Leptospirosis sebenarnya penyakit yang telah dikenal lama. Di Eropa leptospirosis pada manusia setidaknya telah diidentifikasi pada tahun 1800an. Tetapi kepastian bahwa bakteri Leptospira merupakan penyebab leptospirosis baru diketahui di Jepang pada tahun 1914.

Jakarta ternyata tidak sendirian, tahun 1995 pasca banjir yang menyerang beberapa wilayah di Nikaragua, leptospirosis menewaskan 12 orang dan menyebabkan sakit pada 2000 orang lainnya.

Dalam kondisi normal, kelompok yang paling rawan terhadap leptospirosis adalah para pemulung, tukang sampah, petani, penambang atau mereka yang - karena pekerjaannya, menyebabkan harus banyak kontak dengan lumpur atau sampah dimana hewan terinfeksi biasa hidup.

Leptospira merupakan bakteri berbentuk spiral dengan panjang sekitar 0.1 mikron (1/100.000 cm), dapat bergerak dan memiliki bulu cambuk yang memungkinkan Leptospira melubangi jaringan tempatnya tinggal. Dalam penggolongan bakteri, Leptospira tergolong bangsa spirochaetales. Bangsa ini antara lain juga beranggotakan Treponema pallidum, kuman penyebab siphilis. Lebih dari 12 jenis Leptospira telah diketahui menyebabkan leptospirosis. Dari jenis-jenis tersebut, setidaknya ada 250 varian serologis yang menyebabkan leptospirosis yang berbeda.

Secara alamiah Leptospira ada yang hidup bebas di air tawar, tanah lembab, tanaman dan lumpur atau hidup menetap pada inang yang diinfeksinya. Beberapa jenis hewan diketahui merupakan tempat hidup Leptospira. Selain tikus, hewan peliharaan seperti sapi, babi, kuda, kucing dan anjing juga dapat menjadi inang Leptospira. Jenis Leptospira yang bersarang pada hewan tersebut khas, Leptospira pomona dan L interrogans sering ditemukan pada sapi dan babi, L grippotyphosa pada sapi dan domba, L ballum dan L icterohaemorrhagiae sering ditemukan pada tikus dan L. Canicola pada anjing. Hewan yang terserang Leptospira tidak selalu menunjukkan gejala sakit, tetapi secara terus menerus, melalui urinnya menebarkan kuman ke lingkungan yang potensial sebagai sumber penularan bagi manusia.

Manusia terinfeksi Leptospira melalui kontak dengan air atau tanah yang terkontaminasi urin hewan terinfeksi. Infeksi juga dapat terjadi karena menelan makanan atau minuman yang mengandung Leptospira. Tidak dilaporkan terjadi penularan dari orang ke orang. Setelah terjadi kontak, kuman masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang luka, selaput lendir pada saluran pencernaan, pernapasan atau selaput mata

Banjir mempercepat penyebaran Leptospira ke areal yang lebih luas. Tingkat infeksi pada tikus yang berkeliaran mencari makan semakin tinggi yang pada gilirannya semakin mendekatkan Leptospira ke wilayah hunian. Inilah yang menyebabkan penyakit ini banyak berjangkit pasca banjir.

Mirip Flu

Gejala leptospirosis akan timbul antara 2 dan 20 hari setelah seseorang terinfeksi, tetapi umumnya 7- 12 hari. Terdapat dua fase leptospirosis yaitu fase septisemia dan fase imun (kebal). Fase septisemia ditandai denga adanya kuman yang menetap di dalam darah, cairan otak dan sumsum tulang belakang. Pada fase imun, Leptospira tidak terdapat di dalam darah atau cairan otak tetapi dapat ditemui pada urin dan cairan mata.

Ada dua tipe leptospirosis yaitu leptospirosis anicteric yang ditemukan pada sebagian besar kasus dan leptospirosis icteric yang ditemukan pada 5-10% kasus.

Pada leptospirosis anicteric, fase septik ditandai dengan gejala mirip flu yaitu demam dan kedinginan yang menyerang tiba-tiba, nyeri otot terutama otot betis dan punggung, sakit kepala, sakit perut, mual dan diare.Fase ini berlangsung 4-7 hari. Satu hingga tiga hari berikutnya penderita nampak pulih, tanda-tanda sakit hilang untuk kemudian sakit kembali, yaitu memasuki fase imun. Fase imun pada tipe ini ditandai dengan terjadinya radang selaput otak (meningitis) , pendarahan pada mata, timbul ruam, batuk serta adanya darah di dalam dahak.

Leptospirosis icteric dikenal juga dengan Sindrom Weil, gejala fase septik pada leptospirosis icteric sama dengan leptospirosis anicteric. Fase imun tipe ini ditandai dengan kulit dan selaput mata menjadi kekuningan yang menandakan adanya kerusakan hati, gagal ginjal serta terjadi pendarahan pada usus dan paru-paru.

Leptospirosis sebenarnya bukan penyakit yang sulit diobati seperti halnya AIDS. Pemberian antibiotik penicillin, streptomycin, tetracycline dan erythromycin pada penderita biasanya dapat mengatasi penyakit ini.

Sulit di vaksin

Mengingat tiap varian Leptospira menyebabkan leptospirosis yang berbeda, upaya vaksinasi leptospirosis sulit dilakukan. Vaksin yang efektif mencegah suatu varian Leptospira gagal mencegah Leptospira varian lain. Dengan 250 lebih varian Leptospira, sulit dibayangkan seseorang harus diberikan ratusan jenis vaksin hanya untuk mencegah serangan penyakit yang dalam kondisi normal sebenarnya tidak banyak menyerang.

Seseorang yang pernah terserang leptospirosis hanya kebal terhadap leptospirosis yang sama, tetapi tetap rentan terhadap leptospirosis jenis lain.

Pencegahan leptospirosis dapat dilakukan dengan meningkatkan sanitasi lingkungan. Pengendalian populasi hewan liar, terutama tikus dapat mereduksi bahaya leptospirosis. Perlu juga menjaga hewan peliharaan, siapa tahu hewan lucu yang sangat kita sayangi ternyata menjadi sarang Leptospira. Atau, ikuti anjuran pakar kesehatan kita : cuci tangan dan kaki setelah membersihkan selokan, gunakan sepatu ketika harus turun pada tempat kotor dan bersihkan rumah dari kotoran peninggalan banjir.

Agaknya papan peringatan “Selain anjing, dilarang kencing disini !”. yang kerap dijumpai di beberapa sudut jalan untuk menghalau orang yang kencing sembarangan, perlu ditinjau ulang. Mungkin lebih aman jika diganti dengan, Selain anjing yang bebas Leptospira, dilarang kencing disini! “. (EKA).

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Dear Diary ..... | Copyright 2009 - Designed by Gaganpreet Singh