Senin, 14 Desember 2009

Foto Ina

0 komentar

silahkan download

Foto Ina

0 komentar

Ini foto saya yang paling kalem.
Silahkan download di sini.

Ina Herlina Kurniawati

0 komentar

Blog ini berisikan tentang artikel, makalah, hasil penelitian saya.
Silahkan download di sini

Minggu, 13 Desember 2009

Contoh artikel IPA

0 komentar

IPA adalah materi pelajaran yang sangat mengesankan dan memudahkan dan sangat menyenagkan.
Untuk materi selengkapnya bisa download di sini

Identitas Blog

0 komentar

"SELAMAT DATANG DI BLOG ANA"
SMKN 2 KOTA SUKABUMI


Blog ini berisi tentang materi tugas IPA SMKN 2 SDukabumi
Untuk materi silahkan download di sini

Senin, 05 Oktober 2009

My Tesis

0 komentar

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sumberdaya manusia merupakan salah satu sumber penentu dalam pembangunan suatu bangsa yang membangun di berbagai bidang. Sumberdaya manusia yang berkualitas, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi diyakini akan dapat menghadapi dan mengadaptasikan dirinya dengan berbagai perkembangan dan perubahan yang terjadi di setiap bidang kehidupan.
Kecerdasan sumberdaya manusia yang berkualitas merupakan modal penting dalam melaksanakan pembangunan di suatu wilayah. Sebaliknya kekurangtersediaannya adalah malapetaka yang berpotensi menimbulkan keterpurukan.
Bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada fenomena yang sangat dramatis, yakni rendahnya daya saing sebagai indikator bahwa pendidikan belum mampu menghasilkan sumberdaya manusia (SDM) berkualitas. Human Development Indexs (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP melaporkan bahwa Indonesia berada pada rangking 109 tahun 2006, rangking 108 pada tahun 2007 dan rangking 107 tahun 2008 dari 177 negara yang diteliti. Rendahnya peringkat daya saing Indonesia di pasaran global juga digambarkan pada permasalahan produktivitas sektor industri dan perdagangan
Menghadapi permasalahan dan tantangan di atas maka bangsa Indonesia memerlukan suatu strategi perencanaan pembangunan sumberdaya manusianya melalui suatu sistem pendidikan yang melibatkan pihak pemerintah, masyarakat dan keluarga, sebab dengan pedidikan diyakini akan dapat mewujudkan tersedianya sumberdaya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya di era globalisasi.
Pendidikan pada hakekatnya adalah proses pembangunan peradaban bangsa, oleh karenanya pendidikan harus bertumpu pada konsep pertumbuhan, pengembangan dan pembauran, sehingga penyelenggaraan pendidikan harus dikelola secara dinamis dan profesional. Mengingat perannya penting dan sangat strategis dalam proses pembangunan peradaban bangsa, maka bidang ini harus memiliki suatu sistem yang mantap untuk dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan tantangan jaman.
Guna mencapai tujuan pendidikan diperlukan sarana dan prasarana yang mampu menjawab kebutuhan peserta didik, masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara dalam prosesnya berkaitan erat dengan berbagai komponen seperti pasilitas belajar, dana, kurikulum, guru, metode dan kepala sekolah. Keseluruhan komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan melengkapi.
Dengan tidak bermaksud mengecilkan kntribusi komponen yang lainnya, komponen tenaga kependidikan atau guru merupakan salah satu faktor yang sangat esensial dalam menentukan kualitas peserta didik. Guru yang mengetahui berbagai kebutuhan, kendala dan kemampuan peserta didik.
Tanggung jawab yang diemban guru telah menempatkannya pada posisi yang paling strategis dalam keberhasilan proses pendidikan. Guru mempunyai peranan yang luas. Peran guru sebagai learning agent, selain berperan sebagai fasilitator juga bertindak sebagai motivator, pemacu dan pemberi inspirasi belajar kepada peserta didik. Perannya sebagai fasilitator bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada peserta didik sehingga dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas dan berani menyampaikan pendapat secara terbuka. Hal tersebut merupakan modal dasar bagi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang siap beradaftasi, menghadapi berbagai kemungkinan dan memasuki era globalisasi yang penuh tantangan. Untuk itu diperlukan guru yang kreatif ditugaskan secara penuh untuk melakasankan pendidikan di sekolah.
Tuntutan akan kerja guru yang kreatif, sesungghnya tidak sebatas pada aktivitas mengajar, melainkan pada tahap persiapan pun kreativitas guru diperlukan. Begitupula pada saat hendak melakukan evaluasi. Namun aktivitas paling dominan yang menyangkut kreativitas guru yaitu pada aktivitas pembelajaran. Ini menyangkut strategi yang dipilih guru dalam upaya membimbing siswa menguasai kompetensi yang diharapkan. Oleh sebab itu banyak metode yang dikembangkan guru, baik melalui pendekatan bahan ajar, keunikan siswa, maupun inovasi yang secara orsinil ditemukan sendiri oleh guru. Semua diarahkan pada upaya pemberhasilan siswa dalam menguasai kompetensi. Pada aktivitas inilah guru mendapatkan ruang kebebasan sangat luas untuk mengujicobakan kreativitasnya.
Realita di lapangan, berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap guru-guru SMK Negeri se-Kota Sukabumi, menunjukkan bahwa kreativitas guru masih rendah. Indikasi ini dapat dilihat dari masih lemahnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas dirinya, guru kurang bayak membaca sehingga ilmu pengetahuan dan wawasannya sempit dan dangkal, yang mana hal ini akan berimbas pada daya kreativitas dalam pembelajaran sehingga proses belajar mengajar menjadi lemah, konvensional, monotan dan tidak menyenangkan. Selain itu guru masih lemah dalam pengembangan profesi keguruannya. Guru masih banyak yang malas untuk melaksanakan pengkajian tindakan kelas. Padahal hasil dari pengkajian tersebut dapat berguna sebagai referensi perbaikan bagi proses pembelajaran berikutnya. Bahkan lebih jauh dapat ditungkan dalam bentuk tulisan ilmiah berupa penelitian tindakan kelas yang dapat digunakan sebagai persyaratan untuk meningkatkan jenjang karir kenaikan golongan terutama dari golongan IV/a ke atas. Kenyataan menunjukkan masih banyak guru-guru yang mengalami perlambatan kenaikan pangkat.
Berdasarkan rekapitulasi daftar urut kepangkatan di tiga SMK Negeri yang ada di Kota Sukabumi sampai bulan Januari 2008, tercatat 106 orang guru PNS dengan golongan/ruang IV/a dan 1 orang guru dengan golongan/ruang IV/b. Dari sejumlah 106 orang guru pada golongan/ruang IV/a terdapat 75 orang guru yang telah mencapai masa lebih dari tiga tahun dalam golongannya, 67 orang lebih dari 4 tahun, 53 orang lebih dari 5 tahun, 40 orang lebih dari 6 tahun dan 34 orang lebih dari 7 tahun, 29 orang lebih dari 8 tahun, 21 orang lebih dari 9 tahun dan 13 orang lebih dari 10 tahun. Hal tersebut disebabkan untuk kenaikan pangkat dari golongan IV/a ke atas mempersyaratkan para guru untuk melakukan pengembangan profesi melalui penulisan karya ilmiah. Artinya perlambatan tersebut menunjukkan bahwa guru kurang kreatif dalam kegiatan pengembangan profesinya, khususnya penulisan karya ilmiah bidang pendidikan yang menjadi syarat kenaikan pangkat. Dari sisi harapan tercapainya perbaikan proses belajar berkelanjutan pun, para guru tidak memilliki landasan empiris yang mendasar sebagai hasil kajian tindakan kelas untuk referensi proses pembelajaran.
Rendahnya kreativitas guru dalam menciptakan proses belajar dapat menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran tersebut, yang pada akhirnya berakibat pada rendahnya kualitas pendidikan. Guru sebagai individu dalam melaksanakan kerjanya dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti; kepribadian guru, dasar-dasar ilmu pengetahuan yang dikuasai guru, teknologi yang dikuasai guru, suasana pembelajaran guru, lingkungan belajar, penguasaan metodologi yang efektif, motivasi, kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT.
Bertolak dari hal tersebut, perlu diupayakan suatu penelitian untuk mengungkapkan kreativitas guru dilihat dari faktor-faktor yang berhubungan dengan variabel kreativitas guru.

B. Identifikasi Masalah
Dengan mencermati latar belakang masalah di atas, maka masalah-masalah yang mungkin muncul dalam peningkatan kreativitas guru perlu diidentifikasi secara cermat. Dalam hal ini, kemungkinan-kemungkinan permasalah tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru?
2. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan ICT dengan kreativitas guru?
3. Apakah terdapat hubungan antara motivasi dengan kreativitas guru?
4. Apakah terdapat hubungan antara kepribadian guru dengan kreativitas guru?
5. Apakah terdapat hubungan antara inovasi pembelajaran dengan kreativitas guru?
6. Apakah terdapat hubungan antara kompetensi guru dengan kreativitas guru?
7. Apakah terdapat hubungan antara kepuasan kerja dengan kreativitas guru?
8. Apakah terdapat hubungan antara budaya organisasi sekolah dengan kreativitas guru?
9. Apakah terdapat hubungan antara penggunaan teknologi pendidikan dengan kreativitas guru?
10. Apakah terdapat hubungan antara perubahan kebijakan pendidikan dengan kreativitas guru?

C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terfokus, maka diperlukan pembatasan. Dalam hal ini kreativitas guru yang disajikan variabel terikat, dikaji dalam hubungannya dengan dua variabel bebas, yaitu kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT. Penelitian ini membatasi pada guru-guru yang bersatatus PNS sebagai respondennya.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru?
2. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan ICT dengan kreativitas guru?
3. Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama dengan kreativitas guru?

E. Kegunaan Penelitian
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti berikutnya juga dapat dijadikan bahan kajian bagi para guru dalam upaya meningkatkan kreativitasnya. Kegunaan penelitian lainnya diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat diformulasikan suatu teori untuk mengubah atau menyempurnakan serta memperkuat suatu teori sebagai pembenaran penelitian dan pengembangan penelitian dalam dunia ilmu pengetahuan, khususnya bidang pendidikan. Selain itu dapat menjadi rujukan atau referensi bagi penelitian selanjutnya, terutama yang berkaitan erat dengan kecerdasan adversitas, pengetahuan ICT dan kreativitas guru.
Secara praktis dari penelitian ini diharapkan bermanfaat khususnya bagi para guru SMK di Kota Sukabumi dan umumnya bagi tenaga kependidikan lainnya yang ingin mengetahui kondisi kreativitas guru SMK yang ada di Kota Sukabumi. Disamping itu hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat pula bagi pengambil kebijakan dalam memahami pentingnya pengembangan kreativitas guru SMK di Kota Sukabumi sehingga mampu melaksanakan pekerjaannya secara profesional.

BAB II
TINJAUAN TEORI, KRANGKA BERPIKIR
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik
1. Kajian tentang Kreativitas Guru
a. Pengertian Kreativitas
Kreativitas atau daya cipta adalah kesanggupan untuk menemukan sesuatu yang baru dengan jalan mempergunakan daya khayal, fantasi atau imajinasi. Menurut Cropley dalam Utami Munandar, kreativitas adalah kemampuan menciptakan gagasan, mengenal kemungkinan alternatif, melihat kombinasi yang tidak diduga, memiliki keberanian untuk mencoba sesuatu yang tidak lajim. Dari batasan tersebut tersimpul antara lain 2 (dua) sifat khas dari kreativitas yaitu originality dan kemampuan untuk membuat penilaian-penilaian yang logis. Dengan kata lain bukan hasil dari menghapal di luar kepala.
Menurut Jhon Haefele dalam Musrofi, kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan kombinasi-kombinasi yang baru. Sementara E.Paul Torrance dalam sumber yang sama mengatakan kreativitas adalah kefasihan, flekibilitas, orsinalitas, dan terkadang kemampuan elaborasi. Sedangkan Roger von Oech mengatakan:
“Berpikir kreatif mencakup berimajinasi terhadap sesuatu yang sudah dikenal dengan cara berpikir yang berbeda, yang baru, menggali pola-pola yang ada sehingga muncul pola-pola baru, dan menemukan hubungan diantara fenomena yang tak terkait.”

Dari berbagai definisi di atas dapat digarisbawahi kreativitas itu merupakan kemampuan membuat kombinasi, kemampuan untuk melihat sesuatu dengan cara pandang yang lain, sehingga pada akhirnya tercipta sesuatu yang baru.
Kreativitas merupakan kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas) dan orsinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya dan memperinci) suatu gagasan.
Kreativitas merupakan ungkapan (ekspresi) dari keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Ungkapan kreatif mencerminkan orsinalitas dari individu tersebut. Dari ungkapan pribadi yang unik inilah dapat diharapkan timbulnya ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif.
Kreativitas merupakan perbuatan seseorang yang menghasilkan hasil karya yang original dan bernilai yang dilakukan secara sadar terhadap apa yang dikerjakannya. Dengan kata lain bahwa orang yang bisa membuat sesuatu belum tentu disebut kreatif. Orang disebut kreatif apabila hasil karyanya merupakan hasil karya sendiri yang lain daripada yang lain serta dihasilkan secara sengaja atau direncanakan.
Menurut Amabile dalam Dedi suatu produk dinilai kreatif apabila: 1) produk tersebut bersifat baru, unik, berguna, benar atau bernilai dilihat dari segi kebutuhan tertentu; 2) lebih bersifat heuristik, yaitu menampilkan metode yang masih belum pernah atau jarang dilakukan oleh orang lain sebelumnya. Sementara Stein mendefinisikan:
”The creative work is a novel work that is accepted as tenable or useful or satisfying by a group in some point in time”.

Dari definisi tersebut tercermin kriteria kreativitas yang terdiri dari tiga hal yang dapat dikatakan sebagai indikator, yakni; Pertama kebaharuan (novelty), inovatif, orang sering mengatakan bahwa sesuatu yang belum ada dan yang mendahuluinya, juga dapat dikatakan sebuah kemampuan untuk menemukan hubungan-hubungan baru, atau meneropong suatu hal dari sudut pandang atau perspektif baru, aktual, menarik, unik, mengejutkan. Kedua memiliki nilai manfaat (useful), nilai kemudahan (easy use) lebih enak, sangat praktis, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik, atau lebih banyak. Ketiga dapat dimegerti (understandable), memberikan wahana baru namun setiap orang dapat menikmati kehadirannya. Keempat menekankan waktu dari pengakuan orang terhadap suatu karya kreatif. Suatu karya mungkin diakui sebagai karya kreatif luar biasa pada suatu masa, tetapi tidak demikian halnya pada masa selanjutnya. Dalam nada yang sama, David Cambell dalam Agus menegaskan kriteria kreativitas yang terdiri dari; 1) baru (novel) yakni inovatif, belum ada sebelumnya, 2) berguna (useful) yakni lebih enak, lebih praktis, mempermudah, dan 3) dapat dimengerti (understandable) yakni hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu.
Berdasarkan penekanannya, pengertian kreativitas dapat dibedakan ke dalam dimensi person, process, product dan press. Rhodes menyebutnya sebagai ”the Four P’s of Ceativity”. Definisi kreativitas yang menekankan dimensi person dikemukakan oleh Guilford: ”Creativity refers to the abilities those are characteristics of creative people”. Definisi yang menekankan segi proses diajukan oleh Munandar: “Creativity is a process that manifests itself in fluency, in flexibility as well as in originality of thinking”. Barron menekankan segi produk, yaitu: “the ability to bring something new into existence”. Sementara Amabile mengemukakan: “Creativity can be regarded as the quality of products or responses judged to be creative by appropriate observers”.
Berdasarkan analisis faktor, Guilford menemukan bahwa ada lima sifat yang menjadi ciri kemampuan berfikit kreatif, yaitu kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), penguraian (elaboration) dan perumusan kembali (redefinition). Kelancaran adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan. Keluwesan adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah. Orsinalitas adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak klise. Elaborasi adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara rinci. Redefinisi adalah kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui oleh banyak orang.
Dari beberapa definisi mengenai kretivitas pada intinya memiliki persamaan yaitu kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
b. Asumsi dan Proses Kreativitas
Berdasarkan teori dan berbagai studi tentang kreativitas Dedi mengemukan beberapa asumsi tentang kreativitas yaitu sebagai berikut:
1) Setiap orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbeda-beda. Tidak ada orang yang sama sekali tidak memiliki kreativitas, melainkan yang diperlukan adalah bagaimana meneyimbangkan kreativitas tersebut.
2) Kreativitas dinyatakan dalam bentuk produk-produk kreatif, baik yang berupa benda maupun gagasan. Produk kreatif merupakan ”kriteria puncak” untuk menilai tinggi rendahnya kreativitas seseorang. Tinggi atau rendahnya kualitas karya kreatif seseorang dapat dinilai berdasarkan orsinalitas dan kebaruan karya itu dan sumbangannya secara konstruktif bagi perkembangan kebudayaan dan peradaban.
3) Aktualisasi kreativitas merupakan hasil dari proses interaksi antara faktor-faktor psikologis (internal) dengan lingkungan (eksternal). Pada setiap orang peranan masing-masing faktor tesebut berbeda-beda.
4) Dalam diri seseorang dan lingkungannya terdapat faktor-faktor yang dapat menunjang atau menghambat perkembangan kreativitas. Faktor-faktor tersebut dapat diidentifikasi persamaan dan perbedaannya pada kelompok individu atau antara individu yang satu dengan yang lainnya.
5) Kreativitas merupakan kemampuan seseorang dalam menciptakan kombinasi baru dari hal-hal yang telah ada sehingga melahirkan sesuatu yang baru.
6) Karya kreatif tidak lahir hanya karena kebetulan, melainkan melalui serangkaian proses kreatif yang menuntut kecakapan, keterampilan dan motivasi yang kuat. Ada 3 (tiga) faktor yang menentukan prestasi kreatif seseorang yaitu motivasi, komitmen yang tinggi dan keterampilan dalam bidang yang diketahui dan kecakapan kreatif.
Proses kreatif pada dasarnya berlangsung sangat subjektif, misterius, dan personal. Meskipun proses kreatif mempunyai tahap-tahap tertentu, tidak mudah mengidentifikasi secara persis pada tahap manakah suatu proses kreatif seseorang sedang berada. Wallas mengemukakan bahwa proses kreatif melalui empat tahap, yaitu: persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verivikasi. Hal ini senada dengan yang disampaikan Patrick dalam Oemar Hamalik . Sementara dalam nada yang hampir sama Bobbi DePorter mengemukakan tahapan yang terdiri dari: persiapan, inkubasi, iluminasi, verivikasi dan aplikasi. Lain halnya yang dikemukakan oleh Geoffrey Petty yang terdiri dari enam tahap yaitu inspirasi (inspiration), klarifikasi (clarification), distilasi (distilation), perspirasi (perspiration), evaluasi (evaluation) dan inkubasi (incubation). Sementara Carol Kinsey Goman mengemukakan proses kreatif terdiri dari enam langkah yakni; persiapan, imersi, inkubasi, iluminasi, evaluasi dan aplikasi. Diantara tahap-tahap proses kreatif tersebut, yang diterima luas dewasa ini dan sampai sekarang masih banyak diterapkan dalam pengembangan kreativitas adalah tahapan yang dikemukakan oleh Wallas dalam Dedi
Tahap persiapan adalah ketika individu mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan suatu masalah. Pada tahap inkubasi, proses pemecahan masalah ”dierami” dalam alam pra sadar. Indivudu seakan-akan melupakannya. Tahap ini dapat berlangsung lama atau sebentar, sampai muncul inspirasi atau gagasan untuk memecahkan masalah. Tahap ini disebut iluminasi, yaitu pada gagasan muncul untuk memecahkan masalah. Pada tahap verivikasi, gagasan yang muncul tersebut dievaluasi secara kritis dan dihadapkan pada realitas. Jika pada tahap persiapan, inkubasi dan iluminasi proses berfikir divergen yang menonjol, maka dalam tahap verivikasi, yang menonjol adalah berfikir konvergen.

c. Profesi Guru
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sedangkan menurut Hamzah B.Uno, guru adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi edukatif secara terpola, formal, dan sistematis.
Guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan.
Berkaitan dengan hal tersebut guru dituntut bekerja secara profesional. Bekerja sebagai seorang yang profesional berarti bekerja dengan keahlian. Guru profesional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Keahlian yang dimiliki oleh guru profesional adalah keahlian yang diperoleh melalui suatu proses pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan secara khusus untuk itu. Keahlian tersebut mendapat pengakuan formal yang dinyatakan dalam bentuk sertifikasi, akreditasi, dan lisensi dari pihak yang berwenang dalam hal ini pemerintah dan organisasi profesi. Dengan keahliannya itu seorang guru mampu menunjukkan otonominya, baik secara pribadi maupun sebagai pemangku profesinya.
Sosok profesional guru dapat ditunjukkan juga melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral, dan spiritual. Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan interaktif yang efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk yang beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma-norma agama dam moral.
Guru sebagai tenaga profesional tentunya memiliki tugas yang diembannya. Menurut Uzer terdapat tiga jenis tugas guru, yakni tugas dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan, dan tugas dalam bidang kemasyarakatan.
Tugas guru sebagai suatu profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknolog, sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan pada peserta didik. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan meliputi bahwa guru di sekolah harus dapat membantu peserta didik dalam mentrasformasikan dirinya sebagai upaya pembentukan sikap dan membantu peserta didik dalam mengidentifikasikan diri peserta didik itu sendiri. Sedangkan tugas guru dalam bidang kemasyarakatan, guru bertugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral Pancasila serta berkewajiban mencerdaskan bangsa Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila.

d. Ciri-ciri Guru Kreatif
Ciri-ciri guru kreatif sejajar dengan ciri-ciri kreatif manusia pada umumnya. Semua penelitian mengenai apa yang membuat orang kreatif menunjukkan empat sifat utama, yaitu kepekaan terhadap masalah, aliran gagasan, keaslian dan fleksibilitas.
Selanjutnya Guilford dalam Utami Munandar mengemukakan ciri-ciri kreativitas yang dapat dibedakan ke dalam ciri kognitif dan non kognitif. Ke dalam ciri kognitif termasuk empat ciri berpikir kreatif, yaitu orsinalitas, fleksibilitas, kelancaran dan elaborasi, sementara ke dalam ciri non kognitif termasuk motivasi, sikap dan kepribadian kreatif. Kedua ciri tersebut sama pentingnya, karena tanpa ditunjang oleh kepribadian yang sesuai, kreativitas seseorang tidak dapat berkembang secara wajar.
Menurut David Cambel dalam Agus , ciri-ciri orang kreatif adalah: 1) berfikir dari segala arah, 2) berpikir ke segala arah, 3) memiliki fleksibilitas konseptual, 4) orsinalitas, 5) lebih menyukai kompleksitas daripada simplisitas, 6) latar belakang yang merangsang, 7) kecakapan dalam banyak hal. Sedangkan ciri-ciri yang memungkinkannya adalah; 1) kemampuan untuk bekerja keras, 2) berpikir mandiri, 3) pantang menyerah, 4) mampu berkomunikasi dengan baik, 5) lebih tertarik pada konsep daripada segi-segi kecil, 6) keinginan tahu intelektual, 7) kaya humor dan fantasi, 8) tidak segera menolak ide atau gagasan baru dan 9) arah hidup yang mantap.
Sementara Piers dalam Dedi mengungkapkan bahwa orang-orang kreatif cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar, persisten, tidak puas dengan apa yang ada, percaya diri, senang humor, otonomi, bebas dalam berpikir, tertarik pada hal-hal yang kompleks, sensitif terhadap rangsangan, dan toleran terhadap situasi yang tidak pasti.
Lain halnya yang dikemukakan oleh Dale Timpe sifat khas yang dimiliki orang kreatif yaitu: 1) sensitivitas terhadap lingkungan, 2) fleksibel, terbuka, ingin tahu dan selektif, 3) penilaian bebas, 4) toleransi terhadap kesamaran dan 5) flrksibilitas mental. Sementara Bobbi DePorter mengemukakan ciri orang kreatif yaitu; memiliki rasa ingin tahu (curious), eksperimental, berpetualang, memiliki rasa bermain (playful), dan intuitif.
Munandar mengemukakan tujuh ciri sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai yang melekat pada orang-orang yang kreatif, yaitu: keterbukaan terhadap pengalaman baru, kelenturan dalam sikap, kebebasan dalam ungkapan diri, menghargai fantasi, minat terhadap kegiatan kreatif, kepercayaan terhadap gagasan sendiri, dan kemandirian dalam memberikan pertimbangan.
Dedi Supriadi dalam survey kepustakaannya mengidentifikasi 24 ciri kepribadian kreatif yaitu; 1) terbuka terhadap pengalaman baru, 2) fleksibel dalam berpikir dan merespon, 3) bebas dalam menyatakan pendapat dan perasaan, 4) menghargai fantasi, 5) tertarik pada kegiatan kreatif 6) mempunyai pendapat sendiri dan tidak terpengaruh orang lain, 7) mempunyai rasa ingin tahu yang besar, 8) toleran terhadap perbedaan pendapat dan situasi, 9) berani mengambil resiko, 10) Percaya diri dan mandiri, 11) memiliki tanggung jawab dan komitmen terhadap tugas, 12) Tekun dan tidak mudah bosan, 13) tidak kehabisan akal dalam memecahkan masalah, 14) kaya akan inisiatif, 15) peka terhadap lingkungan, 16) berorientasi ke masa kini dan masa depan, 17) memiliki citra diri dan stabilitas emosi, 18) tertarik pada hal yang abstrak, komplek, holistik dan penuh teka-teki, 19) memiliki gagasan yang orisinil, 20) mempunyai minat yang luas, 21) memanfaatkan waktu luang untuk mengembangkan diri, 22) kritis terhadap pendapat orang lain, 23) senang mengajukan pertanyaan yang baik, 24) memiliki kesadaran etik moral dan estetik yang tinggi.
Berdasarkan kajian terhadap teori-teori kreativitas yang dikemukanan di atas maka yang dimakud dengan kreativitas guru adalah kemampuan seorang guru untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya yang diaplikasikannya dalam pembelajaran secara variatif, inovatif, efektif, efisien, menarik dan menyenangkan. Adapun indikatornya adalah; 1) berpikir lancar (fluency), 2) berpikir fleksibel (flexibility), 3) berpikir orisinil (orginality), 4) kemampuan memperinci/mengelaborasi (elaboration), dan 5) kemampuan merumuskan kembali (redefinition).

2. Kajian tentang Kecerdasan Adversitas (Adversity Quotient, AQ)
a. Kecerdasan (Inteligence)
Prestasi seseorang ditentukan oleh tingkat kecerdasannya (intelegensia), sementara tingkat kecerdasan ditentukan baik oleh bawaan berdasarkan gen yang diturunkan dari orang tuanya maupun oleh faktor lingkungan, termasuk semua pengalaman dan pendidikan yang pernah diperoleh seseorang, terutama tahun tahun pertama dari kehidupan mempunyai dampak kuat terhadap kecerdasan.
Howard Gardner dalam Tan Oon Seng mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan suatu yang bernilai bagi budaya tertentu. Sedangkan menurut Alferd Binet dan Theodaro Simon dalam Tan Oon Seng , kecerdasan terdiri dari tiga komponen: (1) kemampuan mengarahkan pikiran dan atau tindakan, (2) kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilaksanakan dan (3) kemampuan mengeritik diri sendiri, sementara Tony Buzan mendefinisikan kecerdasan merupakan kemampuan untuk berpikir dengan cara-cara baru menjadi orsinil, dan bila perlu berani tampil beda. Sedangkan kecerdasan kreatif menurutnya mencakup kefasihan, keluwesan, keaslian dan memperluas gagasan.
Nickerson dalam Agus, mengartikan kecerdasan sebagai; (1) kemampuan mengklasifikasi pola (the ability to cassify patterns), (2) kemampuan memodifikasi perilaku secara adaptif-belajar (the ability to modify behavior adaptively-to learn), (3) kemampuan menelaah secara deduktif (the ability to reason deductively), (4) kemampuan menalar secara induktif menggeneraslisasi kan (the ability to reason inductively to generalize), (5) kemampuan mengembang kan dan menggunakan model-model konseptual (the ability to develop and use conceptual model (6) kemampuan memahami (the ability to understand)
Menurut Spearmen dalam John Bews kecerdasan adalah kemampuan umum untuk berpikir dan menimbang. Sementara Thurstone melihat kecerdasan sebagai suatu rangkaian kemampuan yang terpisah. Kemampuan-kemampuan seperti kemampuan numerik, ingatan, dan kefasihan berbicara secara bersama-sama membentuk perilaku pandai. Sementara Heim mendefinisikan kecerdasan sebagai perbuatan pandai yang terdiri dari pemahaman hal-hal yang pokok di dalam suatu keadaan dan penanggapan secara tepat terhadap keadaan tersebut. Definisi Heim ini mempunyai kesamaan dengan pemikiran Piaget dan Bruner tentang perkembangan kognitif yaitu seseorang yang melakukan usaha-usaha untuk berhubungan secara efektif dengan lingkungannya. Senada dengan pemikiran ini, Binet dan Simon menyatakan bahwa di dalam inteligensi terdapat sebuah kemampuan dasar yang sangat penting di dalam kehidupan praktis. Kemampuan ini meliputi kemampuan menilai, berpikir dengan baik, praktis, inisiatif, dan kemampuan beradaptasi dengan berbagai macam kondisi. Super dan Crites membatasi definisi inteligensi hanya pada kemampuan menyelesaikan dengan lingkungan atau belajar dari pengalaman. Untuk itu fungsi utama inteligensi adalah menemukan pemecahan masalah dan membuktikannya. Hal ini terjadi karena inteligensi melibatkan imajinasi dan inteligensi sendiri merupakan logika.
Inteligensia merupakan kemampuan memahami masalah-masalah yang sukar, kompleks, abstrak, ekonomis, diarahkan pada suatu tujuan, mempunyai nilai sosial, dan berasal dari sumbernya. Inteligensi sebagai suatu kecakapan global seseorang untuk berbuat dengan sengaja, berpikir secara rasional, dan berhubungan dengan lingkungannya secara efektif. Dengan demikian kecerdasan tergantung pada pengetahuan. Dalam hal ini orang yang cerdas tidak semata-mata memiliki pengetahuan tetapi juga yang lebih penting memanfaatkan pengetahuan itu untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
Menurut Utami Munandar secara umum kecerdasan dapat dirumuskan sebagai 1) Kemampuan untuk berpikir abstrak, 2) Kemampuan untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar, dan 3) Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.
Perumusan pertama melihat kecerdasan sebagai kemampuan berfikir, perumusan kedua sebagai kemampuan untuk belajar dan perumusan ketiga sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri. Ketiga-tiganya menunjukkan aspek-aspek yang berbeda dari kecerdasan, namun ketiga aspek tersebut saling berkaitan. Keberhasilan dalam penyesuaian diri seseorang tergantung dari kemampuannya untuk berpikir dan belajar. Sejauh mana seeorang dapat belajar dari pengalaman-pengalamannya akan menentukan penyesuaian dirinya. Ungkapan-ungkapan pikiran, cara berbicara, cara mengajukan pertanyaan, kemampuan memecahkan masalah dan sebagainya mencerminkan kecerdasan. Akan tetapi diperlukan waktu lama untuk dapat menyimpulkan kecerdasan seseorang berdasarkan pengamatan perilakunya dan cara demikian belum tentu tepat pula. Oleh karena itu para ahli telah menyusun bermacam-macam tes inteligensi yang memungkinkan seseorang dalam waktu yang relatif cepat mengetahui tingkat kecerdasannya.



b. Kecerdasan Adversitas (Adversity Quotien, AQ)
1) Pengertian AQ
Menurut Evita kecerdasan adversitas merupakan suatu ukuran untuk mengetahui respon terhadap kesulitan, aspek psikologis yang menunjukkan daya juang meraih kesuksesan di berbagai bidang. Kecerdasan adversitas adalah ketahanmalangan yang dimiliki individu dalam merespon hambatan yang dihadapi sehingga mampu bertahan dan menghadapi hambatan serta mengubahnya menjadi peluang meraih keberhasilan. Sementara Paul G. Stoltz mendefinisikan Adversity Quotien(AQ) adalah mengubah hambatan menjadi peluang yang secara singkat dikatakan sebagai “ketahanmalangan”, yaitu salah satu bentuk penyesuaian diri dalam usaha menyeimbangkan, menenangkan batin dan kepuasan tanpa mengalami banyak konflik-konflik batin yang serius.
Dengan memanfaatkan tiga cabang ilmu pengetahuan: psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi, Adversity Quotient(AQ) memasukkan dua komponen penting dari setiap konsep praktis, yaitu teori ilmiah dan penerapannya di dunia nyata. Konsep-konsep dan peralatan yang disajikan telah dipelajari selama bertahun-tahun dengan menerapkannya pada ribuan orang dari perusahan-perusahan di seluruh dunia. Bagaimana menghadapi tantangan-tantangan dan bagaimana meraih kesuksesan.
Kesuksesan seseorang (guru) dalam bekerja terutama ditentukan kecerdasan adversitas dirinya sendiri. Oleh karena itu; (1) AQ memberitahu seberapa jauh seseorang mampu bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan mengatasinya, (2) AQ meramalkan siapa yang mampu mengatasi kesulitan dan siapa yang akan hancur, (3) AQ meramalkan siapa yang akan melampaui harapan-harapan atas kinerja dan potensi seseorang serta siapa yang akan gagal, dan (4) AQ meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan bertahan.
Menurut Paul G. Stoltz AQ mempunyai tiga bentuk, pertama AQ suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. AQ berlandaskan pada riset yang berbobot dan penting, yang menawarkan suatu gabungan pengetahuan yang praktis dan baru, yang merumuskan kembali apa yang diperlukan untuk mencapai sukses, kedua AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon manusia tershadap kesulitan. Selama ini pola-pola bawah sadar sebetulnya sudah dimiliki. Sekarang, untuk pertama kalinya pola-pola tersebut dapat diukur, dipahami dan dinilai. Setiap individu dapat menghitung dan menaksir AQ-nya sendiri, dan ketiga AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon manusia terhadap kesulitan, yang akan berakibat memperbaiki efektivitas pribadi dan profesional secara keseluruhan. Setiap orang akan belajar dan menerapkan kecakapan-kecakapan pada dirinya sendiri, orang lain dan organisasi atau tempat kerja.
Gabungan ketiga unsur tersebut lahir pengetahuan baru, tolok ukur dan peralatan yang praktis, merupakan sebuah paket yang lengkap untuk memahami dan memperbaiki komponen dasar peningkatan kehidupan sehari-hari dan seumur hidup dapat dilihat pada Gambar 1.

2) Ilmu Pengetahuan tentang AQ
AQ yaitu faktor utama yang menentukan kemampuan seseorang (guru) untuk maju, didasarkan terobosan-terobosan di tiga bidang ilmu yang berbeda. Masing-masing mewakili sebuah batu pembangun, yang bila digabungkan akan membentuk AQ seseorang sebagai dasar keberhasilannya.
a) Batu Pembangun 1: Psikologi Kognitif
Batu pembangun ini terdiri dari sekumpulan riset yang luas dan terus bertambah, yang berkaitan dengan kebutuhan manusia akan kendali atau penguasaan terhadap hidup seseorang. Batu tersebut mencakup beberapa konsep penting untuk memahami motivasi, efektivitas dan kinerja manusia.
b) Batu Pembangun 2: Ilmu Kesehatan yang Baru
Hasil penelitian di bidang psikoneuroimunologi membuktikan bahwa ada kaitan yang langsung dan dapat diukur anatara apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan dengan apa yang terjadi di dalam tubuh seseorang. Cara seseorang merespon peristiwa-peristiwa dalam hidup bisa menimbulkan akibat-akibat yang mendalam terhadap kesehatan dan kemampuan seseorang untuk maju.
c) Batu Pembangun 3: Ilmu Pengtahuan tentang Otak
Berkat terobosaan-terobosan mutakhir dalam neurofisiologi-ilmu pengetahuan tentang otak diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana AQ terbentuk dan apa yang dilakukan untuk mengubahnya dan mengembangkan kebiasaan-kebasaan mental seorang climber.
Ketiga batu pembangun tersebut yaitu; psikologi kognitif, psikoneuroimunologi dan neurofisikologi bersama-sama membentuk AQ seperti dapat dilihat pada Gambar 2. Hasilnya adalah sebuah pemahaman, ukuran dan serangkaian peralatan yang baru untuk meningkatkan efektivitas manusia.
3) Dimensi-Dimensi AQ
AQ terdiri dari empat dimensi, yaitu CO2RE (Control, Origin and Ownership, Reach, and Endurance) yang secara keseluruhan dapat menentukan AQ seseorang. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Membentuk CO2RE
Teori Kendali
Hibrida* Optimisme AQ
Control (Kendali) C = Control
Ownership (Kepemilikan) Personal O2 = Origin dan Ownership
(Asal Usul dan Pengakuan)
Meluas R = Reach (Jangkauan)
Permanen E = Endurance (Daya Tahan)
* Diturunkan dari gabungan sifat tahan banting, tempat pengendalian, keuletan, efisiensi diri, teori atribusi

Sumber: Stoltz P.G. Alih Bahasa: T.Hermaya, Adversity Qoutient (Jakarta: Grasindo, 2000), p.140.











g
Gambar 2. Ketiga Batu Pembangun AQ

a) C = Control (Kendali)
C adalah singkatan dari control atau kendali. C mempertanyakan: Berapa banyak kendali yang dirasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan? Kendali yang sebenarnya dalam suatu situasi hampir tidak mungkin diukur dan yang dirasakan adalah jauh lebih penting.
Dimensi AQ ini merupakan salah satu awal yang paling penting dan tambahan untuk teori optimisme. Kendali berhubungan langsung dengan pembedayaan dan pengaruh-mempengaruhi semua dimensi CO2RE lainnya.
Sulit untuk menaksir terlalu tinggi kekuatan dari kendali yang dirasakan. Tanpa kendali semacam itu, harapan dan tindakan akan hancur. Dengan kendali semacam itu, hidup dapat diubah dan tujuan-tujuan akan terlaksana.
Kendali diawali dengan pemahaman bahwa sesuatu, apa pun itu, dapat dilakukan. Hal yang sama dapat dikatakan untuk:
a) Setiap eksekutif yang membalikkan perusahaan yang sudah goyah.
b) Setiap pelajar yang mengambil mata pelajaran yang sangat sulit
c) Setiap pemimpin yang menentang kebijakan yang sudah umum berlaku
d) Setiap guru yang melakukan inovasi meskipun ada birokrasi yang berbelit-belit
e) Setiap sukarelawan yang berani melawan penjualan narkoba dan maraknya geng-geng di lingkungan pemukiman penduduk
f) Setiap tenaga penjual yang menemukan jawaban ”ya” di lautan ”tidak”
g) Setiap wirausahawan yang melawan perusahaan-perusahaan raksasa.
h) Setaip anak yang terus bangkit kembali dan melompat lagi ke atas sepeda setelah gagal dalam usaha sebelumnya untuk menaiki sepeda
i) Setiap orang yang berusaha menciptakan perubahan atau perbaikan.
Perbedaan antara respons AQ yang rendah dan yang tinggi dalam dimensi ini cukup dramatis. Seseorang yang AQ-nya tinggi merasakan kendali yang lebih besar atas peristiwa-peristiwa dalam hidup daripada yang AQ-nya lebih rendah. Akibatnya seseorang akan mengambil tindakan yang akan menghasilkan lebih banyak kendali lagi. Seseorang yang memiliki AQ lebih tinggi cenderung melakukan peningkatan, sementara seseorang yang AQ-nya lebih rendah cenderung berkemah atau berhenti.
Seseorang yang skornya rendah pada dimensi C ini cenderung berperilaku pesimis, rendah diri (merasa diri tidak mampu mengatasi sesuatu pekerjaan yan sulit), dan menganggap orang tidak dapat berbuat apa-apa dalam menghadapi situasi yang sulit. Sementara seseorang yang AQ-nya lebih tinggi pada dimensi ini, apabila dalam situasi yang sama, cenderung berperilaku optimis, percaya diri (mampu mengatasi sesuatu pekerjaan yang sulit) dan selalu termotivasi untuk mencari jalan keluar dari situasi yang dirasakan menyulitkan bagi dirinya.
Dalam contoh-contoh respon seperti di atas, dapat dirasakan keuletan dan tekad yang tidak dikenal menyerah yang timbul dari AQ yang tinggi. Seseorang yang AQ-nya tinggi, relatif kebal terhadap ketidakberdayaan. Seolah-olah dilindungi oleh suatu medan gaya yang tidak dapat ditembus yang membuat seseorang tidak jatuh ke dalam keputusasaan yang tak berdasar. Merasakan tingkat kendali, bahkan yang terkecil sekalipun, akan membawa pengaruh yang radikal dan sangat kuat pada tidakan-tindakan dan pikiran-pikiran yang mengikutinya.


b) O2 = Origin dan Ownership (Asal-usul dan Pengakuan)
O2 merupakan kependekan dari origin (asal usul) dan ownership (pengakuan ) O2 mempertanyakan dua hal: Siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan itu. Apabila dicermati kedua pertanyaan tersebut, ada perbedaan besar sekali diantara keduanya, yakni rasa bersalah (origin/Or) dan mengakui versus mempersalahkan (Ownership/Ow) kesulitan tersebut.
Rasa bersalah memiliki dua fungsi penting, yaitu a) rasa bersalah itu membantu belajar. Dengan menyalahkan diri sendiri akan cenderung merenungkan, belajar dan menyesuaikan tingkah laku. Inilah yang namanya perbaikan, dan b) rasa beraslah itu menjurus pada penyesalan. Penyesalan dapat memaksa untuk meneliti batin dan mempertimbangkan apakah ada hal-hal yang dilakukan telah melukai hati orang lain. Penyesalan merupakan motivator yang sangat kuat. Bila digunakan dengan sewajarnya, penyesalan dapat membantu menyembuhkan kerusakan yang nyata dirasakan atau yang mungkin dapat timbul dalam suatu hubungan.
Suatu kadar rasa bersalah yang adil dan tepat diperlukan untuk menciptakan pembelajaran yang kritis atau lingkaran umpan balik yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus. Kemampuan untuk menilai apa yang dilakukan dengan benar atau salah dan bagaimana dapat memperbaikinya merupakan hal yang mendasar untuk mengembangkan diri sebagi pribadi. Respon-respon asal-usul yang rendah bisa menghentikan lingkaran umpan balik, karena adanya beban mempersalahkan diri sendiri yang terus menerus, yang akan menggerogoti kemampuan untuk belajar dari keselahan-kesalahan yang telah dilakukan.
Seperti kritik, rasa bersalah dan penyelesaian hanya bermanfaat dalam dosis yang terukur. Jika terlampau banyak dapat melemahkan semangat dan menjadi destruktif. Sekali rasa bersalah menjadi destruktif, rasa bersalah dapat menghancurkan energi, harapan, harga diri dan sistem kekebalan. Rasa beralah dalam ukuran yang tepat akan menggugah seseorang untuk bertindak dan rasa beralah yang terlampau besar akan menciptakan kelumpuhan.
Seseorang yang skor AQ-nya rendah dalam dimensi ini cenderung; a) menyalahkan diri sendiri, b) menganggap dirinya seorang yang bodoh, c) menganggap dirinya lemah, d) pelupa terhadap apa yang pernah dipikirkan, e) tidak memahami penjelasan orang lain, f) menganggap dirinya sebagai pengacau, dan g) menganggap dirinya sebagai orang tidak mampu.
Semakin rendah skor Or seseorang, semakin besar kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri melampau titik batas konstruktif. Sebaliknya, semakin tinggi skor Or seseorang, semakin besar kecenderungan untuk menganggap sumber-sumber kesulitan itu berasal dari orang lain atau dari dirinya sendiri, dan menempatkan peran dirinya pada tempat yang sewajarnya. Idealnya seseorang akan menilai perannya sendiri dan belajar dari tingkah laku sedemikian rupa, sehingga bisa menjadi lebih cerdik, lebih cepat, lebih baik atau lebih efektif bila di lain waktu menghadapi situasi serupa.
Selanjutnaya, mengakui versus memperalahkan diri sendiri merupakan sesuatu yang baik, penting dan efektif, tapi hanya sampai tahap tertentu. Terlalu berlebihan mempersalahkan diri sendiri, sampai melampaui perannya dalam menimbulkan kesulitan, bisa menjadi destruktif. Jauh lebih penting adalah sampai sebaik manakah seseorang bersedia mengakui akibat kesulitan itu. Rasa bersalah tidak sama dengan memikul tanggung jawab. Mengakui akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan mencerminkan tanggung jawab, dan inilah paro-kedua dari dimensi O2. AQ mengajar seseorang untuk meningkatkan rasa tangung jawabnya sebagai salah satu cara memperluas kendali, pemberdayaan dan motivasi dalam mengambil tindakan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

AQ Tinggi
Akibat yang mungkin terjadi Akibat yang mungkin terjadi
Mempertahankan perspektif Berorientasi pada tindakan
Perbaikan terus menerus Meningkatkan kendali
Tetap Gembira Bertanggung jawab

Penyesalan yang Sikap Sangat
Sewajarnya Bertanggung Jawab
_______________________

Belajar dari
Kesalahan-Kesalahan
Seseorang


Terlalu Diri Sendiri
Mempersalahkan Tidak Mengakui Masalah

Akibat yang mungkin terjadi Akibat yang mungkin terjadi Semangat hancur Gagal bertindak
Konsep diri yang keliru Menyerah
Tekanan terhadap hubungan- Menuding orang lain
hubungan yang sudah terjalin Tidak berkembang
Merasa tidak berkuasa Kinerja berkurang
Sistem kekebalan terganggu Membuat marah
Depresi orang lain
AQ Rendah

Sumber: Stoltz, P.G., Alih Bahasa: T.Hermaya, Adversity Quotient (Jakarta: Grasindo, 2000), p.151.

Gambar 3. AQ, Pembelajaran dan Tangung Jawab
Semakin tinggi skor Ow (pengakuan) seseorang, semakin besar seseorang mengakui akibat-akibat dari suatu perbuatan, apapun penyebabnya. Semakin rendah skor pengakuan seseorang, semakin besar kemungkinan seseorang tidak mengakui akibat-akibatnya, apapun penyebabnya.
Kecenderungan untuk menepis peristiwa-peristiwa buruk atau menghindar tanggung jawab jelas merupakan sifat yang sangat tidak diinginkan. Oleh karena itu, orang yang memiliki AQ tinggi tidak akan mempersalahkan orang lain sambil mengelakkan tanggung jawab. Orang yang AQ-nya lebih tinggi, lebih unggul dari pada orang yang AQ-nya rendah dalam kemampuan untuk belajar dari kesalahan-kesalahan.
c) R = Reach (Jangkauan)
Dimensi R mempertanyakan: ”Sejauhmanakah kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang?” Respon-respon dengan AQ yang rendah akan membuat kesulian merembes ke segi-segi lain dari kehidupan seseorang. Rapat yang tidak berjalan dengan lancar bisa mengacaukan seluruh kegiatan pada hari itu, sebuah konflik bisa merusakan hubungan yang sudah terjalin, suatu penilaian kinerja yang negatif akan menghambat karier, yang kemudian akan menimbulkan kepanikan secara finansial, sulit tidur, kepahitan, menjaga jarak dengan orang lain dan pengmbilan keputusan yang buruk.
Semakin rendah skor R seseorang, semakin besar kemungkinannya seseorang menganggap peristiwa-peristiwa buruk sebagai bencana, dengan membiarkannya meluas, seraya menyedot kebahagian dan ketenangan pikiran seseorang saat proses berlangsung. Menganggap suatu kesulitan sebagai bencana, yang akan menyebar dengan cepat sekali, bisa sangat berbahaya karena akan menimbulkan kerusakan yang signifikan bila dibiarkan tak terkendali.
Sebaliknya, semakin tinggi skor R seseorang, semakin besar kemungkinannya seseorang untuk membatasi jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi. ”Penilaian kinerja yang ketat adalah penilaian kinerja yang ketat, jika tidak dianggap sebagai sebuah penglaman belajar. Koflik adalah konflik, jika tidak dianggap sebagai suatu peristiwa yang mungkin akan melibatkan komitmen dan tindakan lebih lanjut. Selanjutnya keslahpahaman dengan orang lain yang dikasihi meskipun menyakitkan adalah kesalahpahaman bukan tanda bahwa hidup seseorang akan hancur.
Semakin tinggi AQ dan skor seseorang dalam dimensi ini, semakin besar kemungkinannya seseorang merespon kesulitan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas. Semakin efektif seseorang menahan atau membatasi jangkauan kesulitan maka akan merasa semakin lebih berdaya dan perasaan kewalahan akan berkurang.
d) E = Endurance (Daya Tahan)
E atau Endurance (daya tahan) adalah dimensi terakhir pada AQ seseorang. Dimensi ini mempertanyakan dua hal yang berkaitan: “Berapa lamakah kesulitan akan berlangsung?” dan Berapa lamakah penyebab kesulitan ini akan berlangsung?”
Semakin rendah skor E seseorang, semakin besar kemungkinannya seseorang menghadapai kesulitan dan penyebab-penyebabnya akan berlangsung lama, kalau bukan selama-lamanya. Seseorang yang memiliki skor E-nya rendah cenderung tidak berdaya untuk melakukan perubahan.
Semakin tinggi AQ dan skor seseorang dalam dimensi ini, semakin besar kemungkinannya seseorang akan memandang kesuksesan sebagai sesuatu yang berlangsung lama, atau bahkan permanen. Demikian juga seseorang mungkin akan menganggap kesulitan dan penyebab-penyebabnya sebagai sesuatu yang bersifat sementara, cepat berlalu dan kecil kemungkinannnya terjadi lagi. Hal ini akan meningkatkan energi, optimisme dan kemungkinan seseorang untuk bertindak. Selanjutnya seseorang memiliki kecenderungan yang sehat dan alamiah untuk melihat cahaya di ujung lorong, tak peduli berapa panjangnya terowonagan itu. Anggapan bahwa kesulitan dan sumber-sumbernya pada akhirnya akan berlalu meningkatkan kemampuan seeorang untuk selamat dari peristiwa-peristiwa kehidupan yang lebih gelap serta tantangan-tantangan yang sangat besar.
Semakin rendah AQ dan skor seseorang dalam dimensi ini, semakin besar kemungkinannya memandang kesulitan dan penyebab-penyebabnya sebagai peristiwa yang berlangsung lama, dan menganggap peristiwa-peristiwa positif seabagai sesuatu yang bersifat sementara. Ini bisa menunjukkan jenis respons-respons yang memunculkan perasaan tak berdaya atau hilangnya harapan. Lama kelamaan, seseorang mungkin akan cenderung kurang bertindak melawan keulitan yang dianggapnya sebagai sesuatu yang permanen.
Berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud dengan Kecerdasan Adversitas (Adversity Quotient, AQ) dalam penelitian ini adalah kecakapan yang dimiliki guru dalam merespon hambatan yang dihadapi guna melaksanakan tugasnya sebagai guru sehingga mampu bertahan dan menghadapi hambatan serta dapat mengubahnya menjadi peluang meraih keberhasilan, yang diukur dengan; 1) pengendalian diri (Control), 2) pengakuan rasa bersalah dan mempersalahkan diri (Origin dan Ownership), 3) pembatasan jangkauan kesulitan (Reach) dan 4) kekebalan menghadapi ancaman (Endurance).

3. Kajian tentang Pengetahuan ICT (Information and Communication Technology)

a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang diketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah suatu ilmu, seni dan agama. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan. Oleh karena itu pengetahuan merupakan sumber jawaban untuk berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan, dan tiap jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan tertentu yang diajukan.
Menurut Sugianto pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran. Sementara menurut Eko Nugroho, pengetahuan adalah organisasi informasi yang memberikan pemahaman atas suatu objek. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa pengetahuan dibentuk berdasarkan informasi yang disusun dalam suatu sistematika sehingga memberikan pemahaman tentang suatu objek fisik maupun nonfisik.
Pengetahuan adalah informasi yang dapat diterapkan (actionable). Actionable mengacu pada gagasan bahwa informasi yang relevan yang tersedia pada tempat, waktu, konteks dan cara yang tepat sehingga seseorang dapat menggunakannya untuk menghasilkan keputusan. Pengetahuan merupakan sumber utama dalam membuat keputusan yang cerdas, peramalan, perancangan, perencanaan, diagnosis, analisis, evaluasi, dan dalam membuat penilaian intuitif, terbentuk dalam pikiran individu dan kelompok. Pengetahuan dapat dibedakan menjadi pengetauan tacit dan pengetahuan eksplisit. Pengetahuan tacit bersifat personal, context-specific yang sulit diformalkan, direkam atau disampikan, tersimpan dalam kepala orang, dikembangkan melalui proses trial and error sedangkan pengetahuan eksplisit bersifat dapat dimodifikasi dan disampaikan secara sistematik dengan bahasa formal pada dokumen, basis data, web atau yang lainnya.
Benjamin S. Bloom mendefinisikan pengetahuan sebagai hasil belajar termasuk ke dalam ranah kognitif (cognitive domain), yang aspeknya terdiri dari; 1) pengetahuan (knowledge), 2) pemahaman (comprehension), 3) penerapan (application), 4) analisis (analysis), 5) sintesis (synthesis) dan 6) evaluasi (evaluation).
Pengetahuan (knowledge) adalah aspek yang paling dasar dalam Taksonomi Bloom, sering kali juga aspek ingatan (recall). Mengacu pada pandangan tersebut bahwa segi-segi kognitif yang terkandung dalam setiap mata pelajaran menyangkut pada pengetahuan, pemahaman kemampuan menganalisis lingkungan hidup serta fungsi dalam kehidupan.
Pemahaman (comprehension) adalah mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berpikir yang rendah, dan merupakan kemampuan menangkap arti, makna yang dipelajari atau kemampuan untuk mengerti, menginterpretasikan.
Penerapan (application) yaitu mengacu kepada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan, prinsip. Penerapan diartikan juga sebagai kemampuan menerapkan teori, menggunakan penutup, peraturan atau informasi ke dalam situasi baru. Penerapan merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada pemahaman.
Analisis (analysis) yaitu mengacu kepada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponen-komponen atau faktor penyebabnya dan mampu memahami hubungan diantara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. Analisis diartikan juga sebagai kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik atau menganalisa suatu masalah yang kompleks dengan membaginya menjadi beberapa bagian kecil untuk ditelaah satu per satu/kasus. Analisis merupakan tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi daripada aspek pemahaman maupun penerapan.

Sintesis (syntesis) yaitu mengacu kepada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. Aspek ini memerlukan tingkah laku yang kreatif. Sintesis diartikan juga sebagai kemampuan menggabungkan beberapa bagian ke dalam suatu kesimpulan atau membentuk pola baru. Sintetsis merupakan kemampuan tingkat berpikir yang lebih tinggi daripada kemampuan sebelumnya.
Evaluasi (evaluation) yaitu mengacu kepada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Kemampuan untuk menentukan kriteria atau kemampuan membentuk pendapat tentang berbagai hal berdasarkan kriteria. Evaluasi merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi.
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan, pengetahuan merupakan penyerapan informasi yang diperoleh seseorang melalui pengalaman dan proses belajar serta proses mengingat kembali berdasarkan teknik dan data yang merupakan pernyataan dari setiap individu.
b. Pengertian ICT (Information and Communication Technology)
ICT (Information and Communication Technology) atau Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sering disingkat dengan TI (teknologi informasi), IT (information technology), atau infotech. Dalam bahasa Indonesia disebut dengan Teknologi Informasi atau dikenal juga dengan istilah Telematika.
Cukup banyak definisi dari istilah ICT, diantaranya adalah seperti yang disampaikan oleh Williams dan Sawyer, yang mendefinisikan ICT sebagai teknologi yang membantu, mengubah, menyimpan, mengkomunikasikan dan atau menyebarluaskan informasi. ICT menyatukan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video. ICT merupakan teknologi telekomunikasi yang terdiri dari sistem dan peralatan elektromagnetik untuk berkomunikasi jarak jauh seperti jaringan. ICT sebagai bagian dari ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) secara umum adalah semua teknologi yang berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan penyajian informasi. Tercakup dalam definisi tersebut adalah semua perangkat keras, perangkat lunak, kandungan isi, dan infrastruktur komputer maupun (tele) komunikasi.
ICT menggambarkan sejumlah aktivitas dan teknologi yang terkait dengan sinkronisasi antara teknologi informasi dan teknologi komunikasi yang berdampak besar terhadap aliran informasi, produk, masyarakat, modal maupun ide. Hal ini terjadi karena orang dapat saling bertukat informasi tanpa dibatasi jarak dan waktu dengan biaya yang murah. Pengertian ICT lain dikemukakan oleh Wawan, yaitu suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan serta merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan. Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer yang lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global.
Menurut Haag dan Keen, ICT adalah seperangkat alat yang membantu seseorang bekerja dengan informasi dan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemerosesan informasi. Sementara Martin mendefinisikan ICT tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi.
Lain halnya yang dikemukakan Abdul Kadir dan Terra, ICT tidak sekedar berupa teknologi komputer melainkan mencakup teknologi telekomunikasi, dengan kata lain ICT tidak harus secara spesifik berupa komputer yang terhubung ke komputer lain melalui alat komunikasi, tetapi juga dapat berupa piranti seperti ponsel ataupun peralatan elektronika lain yang berhubungan dengan penyajian informasi seperti televisi. Hal yang terpenting adalah bahwa ICT itu melibatkan komputer dan telekomunikasi.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan ICT (Information and Communication Tecnology) adalah teknologi yang berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan penyajian informasi, dengan menggunakan seperangkat komputer beserta infrastrukturnya, sistem jaringan dan infrastruktur telekomunikasi.
c. Peranan ICT dalam Bidang Pendidikan
Peranan ICT di bidang pendidikan tidak dapat dihindarkan lagi. Misalnya tidak mungkin lagi mengecek jumlah siswa yang hadir mengikuti pelajaran lagi dari tahun ke tahun hanya dengan catatan di buku tahunan saja, demikian juga hasil nilai siswa yang diperoleh selama mengkuti pendidikan hanya mengandalkan buku nilai guru, leger sekolah atau buku induk sekolah, begitu pula pekerjaan sederhana apapun akan menjadi lebih efisien jika menggunakan komputer.
Kecenderungan dunia pendidikan di Indonesia pada masa yang mendatang hubungannya dengan perkembangan ICT sebagai berikut :
1) Berkembangnya pendidikan terbuka dengan cara belajar jarak jauh (distance learning). Untuk menyelenggarakan pendidikan terbuka dan jarak jauh perlu dimasuka sebagai setrategi utama pendidikan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi internet secara maksimal dapat memberikan efektifitas dalam hal waktu, tempat bahkan meningkatkan kualitas pendidikan.
2) Terjadinya sharing resource (berbagi sumber daya) antara lembaga pendidikan dan pelatihan .
3) Perpustakaan dan instrumen pendidikan lainnya misalnya guru dan laboratorium berfungsi sebagai fasilitator bukannya sumber informasi.
4) Penggunaan perangkat informasi interaktif seperti CD-ROM multimedia yang secara bertahap akan menggantikan fungsi papan tulis.
Manfaat internet bagi bidang pendidikan di Indonesia antara lain akan mendapatkan akses keperpustakaan, direktori sekolah, para pakar dapat melalukan perkuliahan secara online, penyediaan sarana informasi akademik lembaga pendidikan secara online dapat melaksankan kerjasama dengan lembaga lain melalui internet serta melakukan marketing dan promosi hasil karya penelitian secara lebih efisien. Disamping itu kita dapat merancang program artificial intelegence untuk membuat sebuah model rencana pengajaran.
Bagi Indonesia, manfaat-manfaat yang disebutkan di atas sudah dapat menjadi alasan yang kuat untuk menjadikan internet sebagai infrastruktur bidang pendidikan. Inisiatif-inisiatif penggunaan ICT dan internet di bidang pendidikan di Indonesia sudah mulai bermunculan. Salah satu inisiatif yang sekarang sedang dilakukan adalah program “Sekolah 2000”, dimana ditargetkan sejumlah sekolah khususnya SMU dan SMK terhubung ke internet pada tahun 2000.
Menurut Abdul Kadir dan Tera Ch. Triwahyuni, peranan ICT dalam dunia pendidikan juga dapat melahirkan fitur-fitur baru. Sistem pengajaran berbasis multimedia (teknologi yang melibatkan teks, gambar, suara, dan video) dapat menyajikan materi pelajaran yang lebih menarik, tidak monoton, dan memudahkan penyampaikan. Siswa dapat mempelajari materi tertentu secara mandiri dengan menggunakan komputer yang dilengkapi program berbasis multimedia. Kini telah banyak perangkat lunak yang tergolong sebagai edutainment yang merupakan perpaduan antara education (pendidikan) dan entertainment (hiburan).
Teknologi internet ikut berperan dalam menciptakan e-learning atau pendidikan jarak jauh. Kuliah tidak lagi harus dilakukan dengan suasana kelas dimana siswa dan dosen bertemu. Kuliah dapat dilaksanakan dengan mengakses modul-modul kuliah dengan jarak jauh. Begitu pula dengan leluasa dapat mengatur waktu untuk belajar, kapan saja dan dimana saja
Menurut Gatot Hari Priowirjanto, khusus di Departemen Pendidikan Nasional, perkembangan infrastruktur, SDM dan konten di dalam ICT telah dimulai sejak abad 19 dan mengalami akselerasi yang cukup tinggi pada awal abad 20, yaitu pada tahun 1999 hingga saat ini. Adapun beberapa program pengembangan ICT khususnya infrasrukturnya terdiri dari; 1) Jaringan Internet (Jarnet), 2) Jaringan Informasi Sekolah (JIS), 3) Wide Area Network Kota (WAN Kota), 4) Information and Communication Technology Center (ICT Center), 5) Indonesia Higher Education Network (Inherent), 6) Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas) dan 7) South East Asian Education Network (SEA EduNet)
Menurut Richardus Eko Indrajit ada tujuh peranan strategis ICT bagi dunia pendidikan dasar dan menengah seperti yang dijelaskan berikut:
1) ICT sebagai Gudang Ilmu Pengetahuan
Kurikulum yang disusun dan dikembangkan haruslah memperhatikan kemajuan ilmu pengetahuan terkini. Di samping itu, konten yang berkualitas dan terbaru harus pula dihadirkan dalam setiap mata pelajaran yang diselenggarakan. Dengan memanfaatkan ICT khususnya internet setiap guru akan dapat dengan mudah menjelajah dan mengakses berbagai gudang ilmu pengetahuan di seluruh dunia untuk mendapatkan konten terbaik yang diinginkan.
2) ICT sebagai Alat Bantu Pembelajaran
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menuntut adanya kreativitas guru sebagai fasilitator dalam memilih pendekatan belajar mengajar yang efektif perlu ditunjang dengan alat bantu atau media pembelajaran yang memadai. Kemajuan ICT telah menciptakan sejumlah produk yang mampu berfungsi sebagai alat bantu pembelajaran yang dapat menjawab tantangan ini. Misalnya adalah perangkat multimedia untuk simulasi, aplikasi untuk belajar mandiri, buku elekttronik untuk siswa, dan lain sebagainya.
3) ICT sebagai Fasilitator Pendidikan
Sebuah institusi pendidikan yang baik pastilah membutuhkan sejumlah fasilitas handal semacam ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, dan lain sebagainya. Denngan adanya ICT, sebuah sekolah dasar dan atau menengah akan mendapatkan manfaat yang luar biasa karena dalam waktu singkat yang bersangkutan dapat terkoneksi secara cepat dan murah dengan e-library (elektronic library) yang terdapat di berbagai belahan dunia lain. Demikian pula seorang guru dapat dengan mudah mengakses laboratorium virtual dari berbagai sekolah di dunia melalui akses internet.
4) ICT sebagai Standar Kompetensi
Keseluruhan pemanfaatan ICT di atas hanyalah akan dapat terlaksana dengan baik apabila para guru dan siswa sebagai peserta didik memiliki kompetensi, keahlian, dan keterampilan menggunakan teknologi tersebut. Oleh karena itulah maka dikatakan guru dan siswa harus memiliki standar kompetensi tertentu di bidang ICT. Misalnya seorang guru harus mampu mengoperasikan aplikasi pengolah kata, statistik, analisa data, dokumen elektronik dan sebagainya. Sementara untuk mengerjakan pekerjaan rumah seorang siswa paling tidak mampu mengoperasikan perangkat lunak presentasi dan multimedia.
5) ICT sebagai Penunjang Administrasi Pendidikan
Untuk mengelola sedemikian banyak siswa dan guru secara efektif dibutuhkan sistem informasi terpadu yang efektif. Sistem ini tidak hanya berfungsi mengelola administrasi guru dan siswa saja, namun lebih jauh untuk membantu berbagai proses dan aktivitas belajar mengajar dari mulai pengaturan kelas, pencatatan nilai, absensi siswa, materi kurikulum, kegiatan ekstra kurikuler, sampai dengan pencatatan dan rekam jejak alumni. Dengan dicatatnya seluruh transaksi dan interaksi secara baik (tertib administrasi) dengan menggunakan ICT, maka guru akan dapat dengan mudah mempelajari kekuatan dan kelemahan serta kemajuan studi dari setiap siswa yang dimilikinya. Tentu saja hal ini sangat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan dasar dan menengah yang bertugas menghasilkan siswa didik handal dan berkualitas.
6) ICT sebagai Alat Bantu Manajemen Sekolah
Manajemen sekolah memegang peranan sangat penting dalam sebuah institusi pendidikan. Hal ini disebabkan karena begitu banyak dan beraneka ragamnya sumber daya pendidikan yang harus dikelola seperti: uang, failitas, aset, siswa, guru, pegawai, orang tua murid dan lain sebagainya. Seorang kepala sekolah beserta wakil dan deputinya harus diperlengkapi dengan sebuah sistem informasi yang dapat membantu dalam mengambil keputusan sehari-hari. Inilah peranan ICT yang strategis.
7) ICT sebagai Infrastruktur Pendidikan
Infrastruktur adalah suatu hal fundamental yang wajib dimiliki oleh sebuah entitas untuk dapat berkembang. Dalam rangka membentuk sebuah komunitas masyarakat berbasis informasi dan pengetahuan yang baik, ICT harus dianggap sebagai salah satu infrastruktur pendidikan. Artinya adalah bahwa sekolah haru mengalokasikan sejumlah sumber daya yang dimiliki untuk diinvestasikan dalam membangun kebutuhan wajib ini, terutama dalam hal membangun: jaringan koneksi dengan internet, perangkat komputer, aplikasi pendidikan dan lain sebagainya.
d. Pemanfaatan ICT dalam Pembelajaran di Sekolah
Pemanfaatan ICT dalam pembelajaran di Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Inisiatif menyelenggarakan siaran radio pendidikan dan televisi pendidikan sebagai upaya melakukan penyebaran informasi ke satuan-satuan pendidikan yang tersebar di seluruh nusantara, merupakan wujud dari kesadaran untuk mengoptimalkan pendayagunaan teknologi dalam membantu proses pembelajaran masyarakat. Kelemahan utama siaran radio maupun televisi pendidikan adalah tidak adanya interaksi imbal-balik yang seketika. Siaran bersifat searah, dari nara sumber belajar atau fasilitator kepada pembelajar.
Introduksi komputer dengan kemampuannya mengolah dan menyajikan tayangan multimedia (teks, grafis, gambar, suara, dan movie) memberikan peluang baru untuk mengatasi kelemahan yang tidak dimiliki siaran radio dan televisi. Bila televisi hanya mampu memberikan informasi searah (terlebih-lebih bila materi tayangannya adalah materi hasil rekaman), pembelajaran berbasis teknologi internet memberikan peluang berinteraksi baik secara sinkron (real time) maupun asinkron (delayed). Pembelajaran berbasis Internet memungkinkan terjadinya pembelajaran secara sinkron dengan keunggulan utama bahwa pembelajar maupun fasilitator tidak harus berada di satu tempat yang sama. Pemanfaatan teknologi video conference yang dijalankan berdasar teknologi Internet, memungkinkan pembelajar berada di mana saja sepanjang terhubung ke jaringan komputer.
Selain aplikasi seperti di atas, beberapa peluang lain yang lebih sederhana dan lebih murah juga dapat dikembangkan sejalan dengan kemajuan ICT saat ini, diantaranya; implementasi bahan ajar multimedia (CD interaktif), multimedia presentasi, aplikasi internet seperti chatting, blogging, browsing, mailling list, dan e-learning.
1) Bentuk-Betuk Penggunaan Komputer untuk Pembelajaran:
a) CD Interaktif
CD Interaktif adalah salah satu media interaktif yang bisa terbilang baru. Media ini sebenarnya merupakan pengembangan dari teknologi internet yang akhir-akhir ini berkembang pesat. Berkembangnya internet ini tidak lepas dari perkembangan teknologi PC (Personal Computer) dan software yang dari tahun ke tahun semakin canggih. Terlebih lagi setelah diperkenalkannya teknologi multimedia pada era tahun 80-an.
Versi online (aktif di jaringan) internet ini kemudian diadopsi dalam versi offline (tanpa jaringan) dalam bentuk CD Interaktif dengan tampilan yang tetap menarik walau terbatas penggunaannya pada lokal satu unit PC saja. Hal ini yang menjadikan adanya korelasi antara internet dan CD Interaktif.
CD Interaktif merupakan sebuah media yang menegaskan sebuah format multimedia dapat dikemas dalam sebuah CD (Compact Disk) dengan tujuan aplikasi interaktif di dalamnya. CD ROM (Read Only Memory) merupakan satu-satunya dari beberapa kemungkinan yang dapat menyatukan suara, video, teks, dan program dalam CD
Dari sini jelas bahwa sistem interaktif yang dipakai CD Interaktif sama persis dengan sistem navigasi pada internet, hanya yang berbeda di sini adalah media yang dipakai keduanya. CD Interaktif memakai media off line berupa CD sementara Internet memakai media on line.
Pembelajaran saat ini sudah semakin beragam, mulai dari media konvensional seperti buku dan alat peraga tradisional sampai dengan media modern audio visual berupa kaset tape, VCD (Video Compact Disk), maupun alat paraga modern lainnya. Dengan beragam media tersebut, maka suatu sistem pembelajaran yang dapat menghadirkan suasana menyenangkan mutlak diperlukan. Oleh karena itu tidak salah jika CD Interaktif merupakan salah satu alternatif media yang dapat menjawab kebutuhan tersebut.
Menurut praktisi media Augus Savara, kelebihan CD Interaktif antara lain; penggunanya bisa berinteraksi dengan program komputer, menambah pengetahuan, tampilan audio visual yang menarik
Kelebihan pertama yang menyebutkan bahwa penggunanya bisa berinteraksi dengan komputer adalah bahwa dalam CD Interaktif terdapat menu-menu khusus yang dapat diklik oleh user untuk memunculkan informasi berupa audio, visual maupun fitur lain yang diinginkan oleh pengguna. Kemudian yang kedua adalah menambah pengetahuan. Pengetahuan di sini adalah materi pembelajaran yang dirancang kemudahannya dalam CD Interaktif bagi pengguna. Kelebihan ketiga adalah tampilan audio visual yang menarik. Menarik di sini tentu saja jika dibandingkan dengan media konvensional seperti buku atau media dua dimensi lainnya. Kemenarikan di sini utamanya karena sistem interaksi yang tidak dimiliki oleh media cetak (buku) maupun media elektronik lain (film TV, audio).
Dari beberapa keunggulan CD Interaktif, dapat diketahui bahwa CD Interaktif dapat membantu mempertajam pesan yang disampaikan dengan kelebihannya menarik indera dan menarik minat, karena merupakan gabungan antara pandangan, suara, dan gerakan
Jenis CD Interaktif dengan asumsi menurut tujuannya dapat dibagi menjadi; CD Komersial, seperti CD interaktif tutorial maupun pembelajaran untuk anak-anak dan CD Non-Komersial, seperti CD interaktif profil pemerintah, wisata, kota, maupun profil perusahaan.
CD interaktif dapat digunakan pada pembelajaran dari tingkat SD sampai SMU/SMK sebab cukup efektif meningkatkan hasil belajar siswa terutama komputer. Sifat media ini selain interaktif juga bersifat multi media terdapat unsur-unsur media secara lengkap yang meliputi sound, animasi, video, teks dan grafis.
Beberapa model multimedia interaktif diantaranya :
(1) Model Drill, merupakan salah satu starategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih kongkrit melalui penciptan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana yang sebenarnya.
(2) Model Tutorial, merupakan program pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan perangkat lunak berupa program komputer yang berisi materi pelajaran.
(3) Model Simulasi, merupakan salah satu starategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih kongkrit melalui penciptan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana yang sebenarnya.
(4) Model Games, model permainan ini dikembangkan berdasarkan atas “pembelajaran menyenangkan” di mana peserta didik akan dihadapkan pada beberapa petunjuk dan aturan permainan.
Pada umumnya type penyajian yang banyak digunakan adalah “tutorial”. Tutorial ini membimbing siswa secara tuntas menguasai materi dengan cepat dan menarik. Setiap siswa cenderung memiliki perbedaan penguasaan materi tergantung dari kemampuan yang dimilikinya. Penggunaan tutorial melalui CD interaktif lebih efektif untuk mengajarkan penguasaan software ke pada siswa dibandingkan dengan mengajarkan hardware.Misalnya tutorial Microsoft Office Word, Access, Excel, dan Power Point. Kelebihan lain dari CD interaktif ini adalah siswa dapat belajar secara mandiri, tidak harus tergantung kepada guru/instruktur. Siswa dapat memulai belajar kapan saja dan dapat mengakhiri sesuai dengan keinginannya. Selain itu, materi-materi yang diajarkan dalam CD tersebut dapat langsung dipraktekan oleh siswa terhadap software tersebut. Terdapat juga fungsi repeat, bermanfaat untuk mengulangi materi secara berulang-ulang untuk penguasaan secara menyeluruh.


b) Multimedia Presentasi.
Multimedia presentasi digunakan untuk menjelaskan materi-materi yang sifatnya teoritis, digunakan dalam pembelajaran klasikal dengan group belajar yang cukup banyak diatas 50 orang. Media ini cukup efektif sebab menggunakan multimedia projector yang memiliki jangkauan pancar cukup besar. Kelebihan media ini adalah menggabungkan semua unsur media seperti teks, video, animasi, image, grafik dan sound menjadi satu kesatuan penyajian, sehingga mengakomodasi sesuai dengan modalitas belajar siswa. Program ini dapat mengakomodasi siswa yang memiliki tipe visual, auditrif maupun kinestetik. Hal ini didukung oleh teknologi perangkat keras yang berkembang cukup lama, telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam kegiatan presentasi. Saat ini teknologi pada bidang rekayasa komputer menggantikan peranan alat presentasi pada masa sebelumnya. Penggunaan perangkat lunak perancang presentasi seperti Microsoft power point yang dikembangkan oleh Microsoft inc hingga perkernbangan terbaru perangkat lunak yang dikembangkan Macromedia inc, yang mengembangkan banyak sekali jenis perangkat lunak untuk mendukung kepentingan tersebut.
Berbagai perangkat lunak yang memungkinkan presentasi dikemas dalam bentuk multimedia yang dinamis dan sangat menarik. Perkembangan perangkat lunak tersebut didukung oleh perkembangan sejumlah perangkat keras penunjangnya. Salah satu produk yang paling banyak mernberikan pengaruh dalam penyajian bahan presentasi digital saat ini adalah perkernbangan monitor, kartu video, kartu audio serta perkernbangan proyektor digital (digital image projector) yang memungkinkan bahan presentasi dapat disajikan secara digital untuk bermacam-macam kepentingan dalam berbagai kondisi dan situasi, serta ukuran ruang dan berbagai karakteristik audience. Tentu saja hal ini menyebabkan perubahan besar pada trend metode presentasi saat ini, dan dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Pengolahan bahan presentasi dengan menggunakan komputer tidak hanya untuk dipresentasikan dengan menggunakan alat presentasi digital dalam bentuk multimedia projector, melainkan juga dapat dipresentasikan melalui peralatan proyeksi lainnya, seperti over head projector (OHP) dan film slides projector yang sudah lebih dahulu diproduksi. Sehingga lembaga atau instansi yang belum memiliki perangkat alat presentasi digital akan tetapi telah memiliki kedua alat tersebut, dapat memanfaatkan pengolahan bahan presentasi melalui komputer secara maksimal. Dalam sudut pandang proses pembelajaran, presentasi merupakan salah satu metode pembelajaran. Penggunaannya yang menempati frekuensi paling tinggi dibandingkan dengan metode lainnya. Berbagai alat yang dikembangkan, telah mernberikan pengaruh yang sangat basar bukan hanya pada pengernbangan kegiatan praktis dalam kegiatan presentasi pembelajaran akan tetapi juga pada terori-teori yang mendasarinya. Perkembangan terakhir pada bidang presentasi dengan alat bantu komputer telah menyebabkan perubahan tuntutan penyelenggaraan pembelajaran. Diantaranya tuntutan terhadap peningkatan kemampuan dan keterampilan para guru dalam mengolah bahan-bahan pembelajaran ke dalam media presentasi yang berbasis komputer.


2) Pemanfaatan Internet sebagai Sumber dan Sarana Pembelajaran
Perkembangan internet yang begitu cepat telah mengubah banyak aspek dalam proses komunikasi data komputer. Setelah jaringan internet berubah menjadi jaringan global, banyak aplikasi baru berkembang untuk menunjang efektivitas dan fleksibilitas lintas data dalam jaringan internet. Internet berubah menjadi topik yang selalu up-to-date untuk dibicarakan pada tingkat riset dan materi perkuliahan di perguruan tinggi di seluruh dunia. Perubahan yang amat pesat ini akhirnya mengubah pola pemanfaatan internet oleh perguruan tingi yang semula hanya untuk riset menjadi sarana untuk mempublikasikan hasil riset tersebut. Ide-ide tentang pemanfaatan jaringan global ini sebagai sarana pengajaran telah melahirkan banyak hal, yang semula berupa CBT (Computer-Based Training) menjadi WBT (Web-Based Trining)
Internet dijadikan sebagai sumber dan sarana pendistribusian informasi yang akan disampaikan kepada peserta didik dalam proes pembelajaran. Pemanfatan tersebut dapat diimplementasikan menjadi poin browsing, resourcing, searching, consulting dan communicating.
a) Browsing
Browsing atau surfing merupakan istilah umum yang digunakan bila hendak menjelajahi dunia maya atau web. Tampilan web yang sangat artistik menampilkan teks, gambar-gambar dan animasi sehingga selalu membuat betah pengunjungnya.

Menurut M. Adri, untuk melakukan browsing digunakan suat fasilitas yang bernama browser. Banyak jenis software browser yang tersedia di pasaran, mulai dari yang gratis seperti Mozila Firefox dan Opera sampai yang komerial seperti Netscape dan Internet Expoler. Apapun jenis aplikasi internet yang akan dilakukan hamper tidak terlepas dari browser. Sebagai pengguna Windows, software yang sering digunakan adalah Internet Explorer dari Microsoft.
b) Resourcing
Resourcing adalah menjadikan internet sebagai sumber pengajaran. Internet berperan sebagai gudangnya informasi yang dimanfaatkan untuk mendapatkan informasi dan data yang berkaitan dengan materi pengajaran yang disampaikan. Dalam hal ini, informasi yang berkaitan dengan alamat situs yang akan dikunjungi sebagai sumber materi ajar telah diketahui terlebih dahulu melalui informasi yang diberikan dalam buku pegangan pengajaran maupun dari informasi lainnya.
Sebagai contoh: Dalam pengajaran mata pelajaran Organisasi Komputer, guru menggunakan buku pegangan karya William Stalling. Guna menunjang fungsi buku terebut sebagai sumber pengajaran, guru harus mengunjungi informasi situs yang diberikan, http://williamstalling.com/. Biasanya, informasi tentang alamat situs ini diberikan di bagian pengantar penggunaan buku.


c) Searching
Searching merupakan aktivitas yang paling sering dilakukan oleh seorang pengguna jasa internet. Dengan fasilitas ini, sangat banyak sumber informasi yang tidak ditemukan pada tahapan browsing dan resourcing akan dapat ditelusuri. Dengan demikian, fasilitas searching ini dapat digunakan untuk proses pencarian sumber pembelajaran guna melengkapi materi yang akan disampaikan kepada peserta didik.
Dalam searching ini dilakukan pencarian terhadap sesuatu informasi yang alamat sumber informasinya belum diketahui, dengan memanfaatkan serch engine sebagai salah satu fasilitas yang tersedia untuk mencari informasi yang diinginkan. Search engine (mesin pencari) menampung database situs-situs dari seluruh dunia yang jumlahnya milyaran halam web. Cukup dengan memasukkan kata kuncinya, maka proses pencarian akan dilakukan dan search engine akan menampilkan beberapa link situs yang disertai dengan keterangan singkat.
Banyak aplikasi search engine yang ditawarkan di internet, yang populer antara lain google, yahoo, altavista, dan sebagainya, di amping fasilitas search yang disediakan oleh setiap situs.
d) Consulting dan Communicating
E-mail merupakan aplikasi yang populer sejak internet pertama kali diperkenalkan. Fasilitas ini dapat menjembatani komunikasi data antarpersonal maupun perusahaan. E-mail terkenal karena memberikan cara yang mudah dan cepat dalam mengirim informasi. E-mail juga dapat menangani catatan yang kecil hingga file besar sebagai attachment.
E-mail dapat diimplementasikan sebagai media konsultasi dan komunikasi antara pendidik dengan peserta didik. Dengan bantuan e-mail, proses bimbingan dan konsultasi dapat dilakukan di manapun dan kapanpun. Untuk keperluan tersebut, banyak layanan e-mail gartis yang tersedia di internet. Salah satu yang populer adalah yahoo, mailcity, hotmail dan sebagainya. Sedangkan untuk tingkat lokal adalah telkom.net, plasa.com, dan lain-lain.
e) Mailing List
Mailing list atau list atau grup diskusi adalah sumberdaya di internet yang memungkinkan anggota suatu kelompok berdiskusi melalui surat elektronik. Jika ada seorang anggota kelompok yang mengirimkan surat maka semua anggota akan mendapatkan surat tersebut.
Mailing list berisi daftar alamat e-mail untuk setiap orang yang ingin bergabung dan menerima mail tentang topik tertentu. Mailing list atau Milis (kadang disebut posting), pada dasarnya masih merupakan komunikasi dengan memanfaatkan layanan e-mail, yakni mengirim dan menerima e-mail ke atau dari sekelompok orang dengan tujuan penggunaan sebagai sarana diskusi, yang biasanya dikelompokkan berdasarkan topik diskusi, komunitas tertentu atau pengelompokkan lainnya.
Dalam dunia pendidikan, mailing list ini dapat dimanfaatkan oleh guru untuk berkominikasi dan berdiskusi dengan semua peserta didik, dengan membuat kelompok diskusi sendiri sesuai dengan mata pelajaran yang dibina.
f) Blogging
Blog berasal dari dua kata, web log. Web diartikan sebagai sebuah situs di internet, sedangkan log diartikan sebagai catatan pribadi/catatan harian. Jadi blog diartikan sebagai situs yang berisikan catatan/jurnal pribadi. Orang yang melakukan kegiatan blog disebut blogger, sedangkan kegiatannya disebut blogging.
Tujuan utama blogger membuat blog adalah untuk mempublikasikan ide-ide yang dimilikinya kepada masyarakat luas atau menyalurkan hobi menulis juga sebagai media mendistribusikan konten pembelajaran kepada siswa. Blog dapat digunakan secara personal oleh guru untuk mendistibusikan bahan ajar dan bahan diskusi dengan siswa.
Sifat blog sebagai sarana posting/publishing, maka semua konten yang di-publish pada blog dapat diakses dan dimanfaatkan oleh semua orang yang mengunjungi blog terebut. Terdapat satu kata kunci yang harus diterima apabila memilih blog sebagai sarana publikasi online, yaitu keterbukaan isi (open content). Jika tidak siap untuk ini, sebaiknya jangan memilih blog sebagai sarana berbagai informasi dengan orang lain.
g) Chatting
Chatting merupakan kegiatan bertukar informasi teks bermedia internet, yang dilakukan secara real time atau tanpa waktu jeda. Kegiatan bertukar teks ini memerlukan aplikasi khusus, yaitu aplikasi Yahoo Massenger. Untuk memasang aplikasi tersebut, terlebih dahulu harus melakukan download di alamat http://messenger.yahoo.com/download/. Salah satu syarat terpenting dari kegiatan chatting adalah adanya lawan bicara. Untuk memperoleh lawan bicara tersebut terlebih dahulu harus meminta ID Yahoo Messengernya. Selain cara tersebut, Yahoo juga menyediakan room atau ruangan bagi anggota Yahoo Messenger untuk melakukan chatting. Kegiatan chatting di Yahoo Messenger tidak hanya bertukar teks dan emoticon, tetapi juga bisa melakukan transfer file pada lawan chatting. Ada dua jenis transfer file, yang pertama, send file yaitu kegiatan mengirim file dan yang kedua share file yaitu membagi file. Share file lebih sering digunakan untuk membagi file berformat gambar.
h) E-learning
E-learning adalah pembelajaran jarak jauh (distance learning) yang memanfaatkan teknologi komputer, jaringan komputer dan/atau internet. E-learning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran/perkuliahan di kelas. E-learning sering pula dipahami sebagai suatu bentuk pembelajaran berbasis web yang bisa diakses dari intranet di jaringan lokal atau internet. Sebenarnya materi e-learning tidak harus didistribusikan secara on-line baik melalui jaringan lokal maupun internet, distribusi secara off-line menggunakan media CD/DVD pun termasuk pola e-learning. Dalam hal ini aplikasi dan materi belajar dikembangkan sesuai kebutuhan dan didistribusikan melalui media CD/DVD, selanjutnya siswa dapat memanfatkan CD/DVD tersebut dan belajar di tempat di mana siswa berada.
Pengertian e-learning yang sederhana namun mengena dikatakan oleh Maryati, e-learning terdiri dari dua bagian yaitu e- yang merupakan singkatan dari elektronika dan learning yang berarti pembelajaran. Jadi e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat komputer.
Berbagai pengertian tentang e-learning saat ini sebagian besar mengacu pada pembelajaran yang menggunakan teknologi internet. Pengertian e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi internet.
Dikatakan oleh Darin E. Hartley, bahwa e-learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media internet, intranet atau media jaringan komputer lain. Learn Frame.Com dalam Glossary of e-learning Terms menyatakan suatu definisi yang lebih luas bahwa: e-learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media internet, jaringan komputer maupun komputer stand alone.
Menurut Purbo, e-learning adalah sebuah bentuk teknologi informasi yang diterapkan di bidang pendidikan dalam bentuk sekolah maya. E-learning disebut juga dengan pembelajaran berbantuan komputer, secara umum dapat dimasukkan dalam dua kategori yaitu komputer mandiri (standalone) dan komputer dalam jaringan. Perbedaan yang utama antar keduaya terletak pada aspek interaktivitas. Dalam pembelajaran melalui komputer mandiri, interaktivitas peserta ajar terbatas pada interaksi dengan materi ajar yang ada dalam program pembejaran.
Pada pembelajaran dengan kompuer dalam jaringan, interaktivitas peserta ajar menjadi lebih banyak alternatifnya. Pada pembelajaran dengan komputer dalam jaringan dikenal dua jenis fungsi komputer, yaitu komputer server dan komputer klien. Interaksi antara peserta ajar dengan tenaga pengajar dilakukan melalui kedua jeni komputer tersebut.
3) Jaringan Komunikasi
Jaringan atau jaringan komunikasi adalah sistem komputer, telepon atau piranti komunikasi lain yang terkoneksi sehingga mampu saling berkomunikasi serta bertukar aplikasi dan data.
Jaringan yang terdiri dari beberapa kombinasi komputer, alat penyimpanan (storage) dan piranti komunikasi, bisa dikelompokkan dalam beberapa kategori utama menurut rentang geografis dan tujuannya. Jaringan tersebut terdiri dari; WAN, MAN, LAN, HAN dan PAN.
Menurut William Sawyer, Wide Area Network (WAN) merupakan jaringan komunikasi yang mencakup area geografis yang sangat luas, misalnya pada sebuah negara atau dunia. Contohnya adalah beberapa perusahaan telepon regional atau jarak jauh. WAN dimanfaatkan untuk menghubungkan LAN, sehingga pengguna dan komputer yang berada di satu lokasi bisa berkomunikasi dengan pengguna dari komputer di lokasi lain. Sebuah WAN biasanya berkoneksi dengan jaringan publik. Contoh WAN yang paling mudah adalah internet. Sementara Kadir dan Terra mengemukakan Metropolitan Area Network (MAN) merupakan jaringan komunikasi yang mencakup sebuah kota atau daerah dengan rentang sekitar 10 - 45 km. Jaringan yang menghubungkan beberapa kampus/ sekolah yang tersebar dalam beberapa lokasi termasuk sebagai MAN. Jaringan seperti ini umumnya menggunakan media transmisi dengan mikrogelombang atau gelombang radio.
Lokal Area Network (LAN) atau jaringan lokal, menghubungkan komputer dan piranti dalam cakupan geografis yang terbatas, misalnya pada satu kantor, satu gedung atau kumpulan gedung yang berdekatan. LAN banyak dipakai dalam jaringan perkantoran. LAN di kantor atau kampus yang berbeda juga bisa dihubungkan bersama dengan sebuah campus-area-network.

Menurut Willian Sawyer, Home Area Network (HAN) adalah jaringan dengan menggunakan koneksi kabel atau nirkabel untuk menghubungkan beberapa piranti digital di rumah, tidak hanya terbatas pada komputer, printer dan alat penyimpan, tetapi juga DVD, TV, mesin fax, mesin game video, dan sistem keamanan rumah. Salah satu varian HAN adalah GAN garden area network, dapat dipakai untuk menghubungkan sistem penyiraman, lampu rumah dan sistem alarm. Sementara Personal Area Network (PAN) adalah jaringan dengan memanfaatkan teknologi nirkabel jarak dekat untuk menghubungkan benda-benda elektronik pribadi, seperti ponsel, PDA, pemutar MP3, laptop dan printer. PAN mulai berkembang dengan hadirnya teknologi nirkabel yang murah, seperti bluoetooth, USB nirkabel yang bisa menjangkau jarak sejauh 9 m.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan guru tentang ICT (Information and Communication Tecnology) dalam penelitan ini adalah segala sesuatu yang diperoleh guru melalui pengalaman dan proses belajar serta proses mengingat kembali mengenai teknologi yang berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan penyajian informasi, dengan menggunakan seperangkat komputer beserta infrastrukturnya, sistem jaringan dan infrastruktur telekomunikasi. Adapun indikatornya adalah; 1) pengetahuan tentang komputer, 2) pengetahuan tentang jaringan, 3) internet dan fitur-fiturnya 4) pengetahuan istilah-istilah ICT, 5) pengetahuan tetang e-learning, 6) CD interaktif, dan 7) slide presentasi (power point).
B. Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
Telaahan hasil penelitian terdahulu yang relevan adalah hasil penelitian sejenis yang sudah dilaksanakan dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian tentang: ”Hubungan antara Kecerdasan Adversitas (Adversity Quotient) dan Pengetahuan ICT dengan Kreativitas Guru”. Landasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Eka Herlina menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara pengetahuan tentang internet dengan kinerja dosen. Hubungan fungsional antara pengetahuan dosen tentang internet dengan kinerja dosen ditunjukkan melalui persamaan regresi Ŷ= 160,63 + 0,52 X1. Kekuatan hubungan antara keduanya ditunjukkan dengan koefisien korelasi (ry1) sebesar 0,82 dan koefisien determinan (ry12) sebesar 0,679. Ini berarti bahwa pengetahuan dosen tentang internet menyumbang 67,9% terhadap kinerja dosen. Hal ini berarti pengetahuan dosen tentang internet dapat berperan dalam meningkatkan kinerja dosen dalam mengajar.
Adapun kaitan antara kinerja guru dengan kreativitas guru memiliki hubungan yang positif. Ini berarti apabila guru memiliki kinerja yang tinggi, dapat diindikasikan bahwa guru tersebut memiliki kreativitas yang tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Feri Marjoni
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pengetahuan tentang internet dengan kreativitas. Semakin luas pengetahuan internet yang dimiliki guru maka semakin kreatif guru tersebut.
2. Saepudin menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang nyata antara ketahanmalangan (kecerdasan adversitas) guru dengan kinerja guru, dengan persamaan regresi Ŷ = 97,3393 + 0,2072 X1. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan satu unit ketahanmalangan (kecerdasan adversitas) guru (X1) akan meningkatkan kinerja guru (Y) sebesar 0,2072. Sementara hubungan antara kinerja dengan kreativitas merupakan hubungan yang positif. Dengan demikian dapat dikatkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru.

C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori dan tujuan penelitian dapat dijelaskan kerangka berpikir sebagai berikut:
1. Hubungan Kecerdasan Adversitas (Adversity Quotient, AQ) dengan Kreativitas Guru

Kecerdasan Adversitas (adversity quotient, AQ) guru adalah kecakapan yang dimiliki guru dalam merespon hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru sehingga mampu bertahan dan menghadapi hambatan serta mengubahnya menjadi peluang meraih keberhasilan.
Kreativitas guru adalah kemampuan seorang guru untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya yang diaplikasikannya dalam pembelajaran secara variatif, inovatif, efektif, efisien, menarik dan menyenangkan.
Analisa kedua hubungan di atas adalah kecakapan dalam mengendalikan diri, merespon kesulitan dan daya tahan seorang guru dalam menghadapai kesulitan, rintangan dan tantangan yang sangat besar akan membangkitkan lahirnya keterampilan berpikir lancar, berpikir luwes (fleksibel), berpikir orisinal, terampil memperinci (mengelaborasi) dan merumuskan kembali suatu permasalahan. Guru pada akhirnya mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan berbagai banyak alternatif metode yang dilakukannya untuk mengatasi permasalahan tersebut, mengoptilmalkan potensi dan sumberdaya yang ada sehingga akan tertantang dan tercipta trik-trik yang baru/inovatif serta variatif. Pada akhirnya tujuan pembelajaran tercapai dengan efektif dan efisien.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka diduga bahwa terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru

2. Hubungan antara Pengetahuan ICT dengan Kreativitas Guru

Pengetahuan guru tentang ICT adalah segala sesuatu yang diperoleh guru melalui pengalaman dan proses belajar serta proses mengingat kembali mengenai teknologi yang berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan penyajian informasi, dengan menggunakan seperangkat komputer beserta infrastrukturnya, sistem jaringan dan infrastruktur telekomunikasi.
Adapun kreativitas guru adalah kemampuan seorang guru untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya yang diaplikasikannya dalam pembelajaran secara variatif, inovatif, efektif, efisien, menarik dan menyenangkan.
Dalam kaitannya dengan pengetahuan guru tentang ICT dapat meningkatkan kreativitas guru melalui perencanaan program pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran maupun penilaian hasil pembelajaran. Semakin luas pengetahuan tentang ICT yang dimiliki guru akan meningkatkan keterampilannya dalam memanfaatkan fasilitas-failitas yang tersedia dalam ICT khususnya internet.
Adanya internet, guru akan dapat dengan mudah menjelajah dan mengakses berbagai gudang ilmu pengetahuan di seluruh dunia untuk mendapatkan konten terbaik yang diinginkan, hal ini akan memperkaya informasi khususnya berkaitan dengan pembelajaran juga akan berimbas terhadap perbendaharan inovasi pembelajaran yang dimiliki guru yang terkait dengan metode, media, strategi pembelajaran, yang pada akhirnya akan meningkatkan kreatifitas guru sehingga tercipta pembejaran yang variatif, inovatif dan menyenangkan dengan demikian tujuan pembelajaranpun tercapai dengan efektif.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka diduga bahwa terdapat hubungan yang positif antara pengetahuan ICT dengan kreativitas guru..

3. Hubunganantara Kecerdasan Adversitas dan Pengetahuan ICT secara Bersama-sama dengan Kreativitas Guru

Kecerdasan Adversitas (adversity quotient, AQ) atau ketahanmalangan guru adalah kecakapan yang dimiliki guru dalam merespon hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru sehingga mampu bertahan dan menghadapi hambatan serta mengubahnya menjadi peluang meraih keberhasilan.

Pengetahuan guru tentang ICT adalah segala sesuatu yang diperoleh guru melalui pengalaman dan proses belajar serta proses mengingat kembali mengenai teknologi yang berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan penyajian informasi, dengan menggunakan seperangkat komputer beserta infrastrukturnya, sistem jaringan dan infrastruktur telekomunikasi.
Adapun kreativitas guru adalah kemampuan seorang guru untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya yang diaplikasikannya dalam pembelajaran secara variatif, inovatif, efektif, efisien, menarik dan menyenangkan.
Seorang guru yang kreatif, profesional dan menyenangkan harus memiliki berbagai konsep dan cara untuk mendongkrak kualitas pembelajaran. Salah satu langkah untuk mendongkrak kualitas pembelajaran yaitu dengan membangkitkan kreativitas dan mendayagunakan sumber belajar. Sumber belajar yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran harus lebih variatif. Salah satu sumber belajar yang masih sedikit disentuh adalah sumber belajar yang memanfaatkan ICT. Banyak faktor perubahan di era globalisasi turut serta berfungsi sebagai katalisator untuk revolusi sistem pembelajaran dari yang sebelumnya bersifat manual dan konvensional menjadi suatu sistem yang efektif dan efisien dengan dukungan ICT.
Guru sebagai sumber pembelajaran, diharapkan akan lebih memahami tentang kreativitas, baik dari segi konsep, kemanfaatan dalam kehidupan maupun kegunaan untuk diimplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar dalam bentuk metode dan strategi belajar yang kreatif. Guru yang kreatif memiliki kemampuan untuk menumbuhkan ide-ide yang hampir sama untuk menyelesaikan suatu masalah, memiliki kemampuan menghasilkan berbagai macam ide untuk menyelesaikan masalah di luar kategori yang biasa dan memiliki kemampuan memberi respon-respon yang unik atau yang luar biasa dan memiliki kemampuan menguraikan sesuatu secara rinci. Hal tersebut akan membuat pengetahuan guru tentang ICT semakin luas dan meningkatkan kecerdaan adversitas dalam melaksanakan pembelajaran.
Guru yang memiliki aspek kecerdasan adversitas di dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari di sekolah akan terkait dengan kreativitasnya, karena hal tersebut dapat memotivasi guru dalam meningkatkan kreativitasnya. Begitu pula dengan pegetahuan ICT menajdi faktor pendorong yang dapat melahirkan semangat, gagasan dan harapan baru untuk dicoba dan dilaksanakan dalam proses pembelajaran secara lebih variatif, kreatif dan aktual. Sehingga pengetahuan ICT dapat mendorong guru untuk mencapai tujuan pembelajarannya secara optimal. Oleh karena itu kecerdasan adversitas dan pengetauan ICT sangat diperlukan dalam meningkatkan kreativitas guru.
Dengan demikian patut diduga bahwa terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama dengan kreativitas guru.






D. Hipotesis Penelitian
Dari deskripsi di atas, hipotesa penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan positif antara kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru.
2. Terdapat hubungan positif antara pengetahuan ICT dengan kreativitas guru.
3. Terdapat hubungan positif antara kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama dengan kreativitas guru.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis kekuatan hubungan antara kecerdasan adversitas (Adversity Quotient, AQ) dengan kreativitas guru
2. Untuk menganalisis kekuatan hubungan antara pengetahuan ICT dengan kreativitas guru.
3. Untuk menganalisis hubungan antara kecerdasan adversitas (Adversity Quotient, AQ) dan pengetahuan ICT secara bersama-sama dengan kreativitas guru.
4. Untuk mengukur kontribusi kecerdasan adversitas (Adversity Quotient, AQ) terhadap kreativitas guru
5. Untuk mengukur kontribusi pengetahuan ICT terhadap kreativitas guru
6. Untuk mengukur kontribusi kecerdasan adversitas (Adversity Quotient, AQ) dan pengetahuan ICT secara bersama-sama terhadap kreativitas guru

B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di enam Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang memiliki jurusan ICT se-Kota Sukabumi.


2. Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini akan dilakukan selama lima bulan. Secara garis besar rancangan jadwal penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Kegiatan Tahun 2008-2009
Des Jan Peb Mart April
1 Tahapan Persiapan
a. Pengajuan Judul Penelitian

b. Penyusunan Proposal

c. Seminar Proposal

d. Pembuatan Kisi-kisi penelitian

e. Pembuatan Instrumen

f. Uji Coba Instrumen

g. Uji Validitas dan Reliabilitas

2 Tahap Pelaksanaan
a. Penyebaran Quesioner

b. Pengumpulan Data

c. Pengolahan Sata dan Analisis
Data

3 Tahap Penyelesaian
s. a. Editing

b. b. Penafsiran Hasil Pengolahan

c. Penulisan Laporan



C. Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan pendekatan korelasional. Kegiatan penelitian ini dapat dikatakan merupakan upaya untuk menggambarkan beberapa variabel yang menyangkut hubungan yang terjadi berkaitan dengan aktivitas guru dalam menjalankan tugasnya di SMK Kota Sukabumi. Variabel-variabel yang dimaksud tersebut yakni kecerdasan adversitas, pengetahuan ICT dan kreativitas guru. Sedangkan alat ukur (instrumen) yang digunakan adalah tes dan non tes yang disusun berdasarkan indikator-indikator yang ada dalam variabel penelitian. Sebagai responden untuk ketiga variabel terebut adalah guru-guru SMK yang memiliki jurusan ICT se-Kota Sukabumi.
Konstelasi masalah yang diteliti dapat dilihat pada Gambar 4.
ε

Gambar 4. Konstelasi Masalah Penelitian
Keterangan:
X1 : Kecerdasan Adversitas (Adversity Quotient, AQ)
X2 : Pengetahuan ICT
Y : Kreativitas Guru
ε : Variabel lainnya


D. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru SMK yang memiliki jurusan ICT se-Kota Sukabumi dengan jumlah guru sebanyak 355 orang. Secara rinci populasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Populasi Penelitian
No. Nama Sekolah Jumlah Guru
1 S M K Negeri 1 122
2 S M K Negeri 2 63
3 S M K PGRI 1 53
4 S M K Pajajaran 53
5 S M K Muhammadiyah 34
6 S M K Bina Teknik 33
Jumlah 358
Sumber data: Masing-masing sekolah
2. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah representasi dari guru-guru yang tersebar di SMK yang memiliki jurusan ICT se-Kota Sukabumi, yang diambil dari populasi terjangkau sebanyak 50 orang dengan teknik proporsional random sampling. Pengambilan sampel pada tiap-tiap sekolah dilakukan dengan pengundian. Secara rinci jumlah sampel penelitian dapat dilihat di Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah dan Sebaran Sampel Penelitian

No. Nama Sekolah Jumlah Guru Jumlah Sampel Pembulatan
1 SMK Negeri 1 122 122 x 50 = 17,18
358 17
2 SMK Negeri 2 63 63 x 50 = 8,87
355 9
3 SMK PGRI 1 53 53 x 50 = 7,46
355 7
4 SMK Pajajaran 53 53 x 50 = 7,46
355 7
5 SMK Muhammadiyah 34 34 x 50 = 4,79
355 5
6 SMK Bina Teknik 33 30 x 50 = 4,22
355 5
Jumlah 358 50 50



E. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini memerlukan instrumen-instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu: 1. Instrumen kreativitas guru, 2. Instrumen kecerdasan adversitas 3. Instrumen pengetahuan ICT.
1. Instrumen Kreativitas Guru (Y)
Untuk dapat mengukur secara kuantitatif, maka variabel penelitian didefinisikan sebagai berikut:

a. Definisi Konseptual
Definisi konseptual kreativitas guru dalam penelitian ini adalah kemampuan seorang guru untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya yang diaplikasikannya dalam pembelajaran secara variatif, inovatif, efektif, efisien, menarik dan menyenangkan.
b. Definisi Operasional
Definisi operasional kreativitas guru dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki guru SMK yang memiliki jurusan ICT se-Kota Sukabumi untuk melahirkan sesuatu yang baru yang diukur berdasarkan indikator; 1) berpikir lancar (fluency), 2) berfikir fleksibel (flexibility), 3) berpikir orisinil (orginality), 4) kemampuan memperinci/mengelaborasi (elaboration) dan 5) kemampuan merumuskan kembali (redefinition), yang ditunjukkan oleh skor hasil tes.
c. Kisi-Kisi Instrumen
Instrumen yang digunakan untuk mengukur kreativitas guru berbentuk tes. Konsep instrumen yang akan diuji coba untuk variabel kreativitas guru terdiri dari 40 butir. Sebaran butir pertanyaan yang disusun berdasarkan indikator pada variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.







Tabel 5. Kisi-Kisi Instrumen Kreativitas Guru
No. Indikator Butir Pertanyaan Jumlah
1 Berpikir lancar (fluency) 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 9
2 Berpikir fleksibel (flexibility) 23, 24, 25, 26,
27, 28 6
3 Berpikir orisinil (orginality) 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16 7
4 Kemampuan memperinci/mengelaborasi
(elaboration) 17, 18, 19, 20,
21, 22 6
5 Kemampuan merumuskan kembali
(redefinition) 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36 8
Jumlah 36 36

d. Jenis Instrumen
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang kreativitas guru berbentuk tes menggunakan Rating Scale. Model Rating Scale yang digunakan pada penelitian dirumuskan dalam bentuk kontinum dengan 5 (lima) kategori. Untuk setiap jawaban item diberi bobot nilai sebagai berikut:
Tabel 6. Pembobotan Item Kreativitas Guru (Y)

No. Jumlah Jawaban Benar Bobot Nilai
1 5 5
2 4 4
3 3 3
4 2 2
5 1 1

e. Kalibrasi Instrumen
1) Uji Validitas
Instrumen kreativitas guru disusun berdasarkan atas indikator-indikator yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan sebanyak 40 pertanyaan. Untuk menguji validitas (kesahihan) butir instrumen tersebut dilakukan uji coba instrumen kepada 30 orang guru SMK yang memiliki jurusan ICT se-Kota Sukabumi di luar sampel penelitian.
Validitas butir instrumen tes didasarkan atas uji korelasi Product Moment Pearson, yaitu melihat korelasi antara skor butir instrumen dengan skor total seluruh butir intrumen yang bersangkutan. Pernyataan yang sahih apabila memiliki r hitung > r tabel pada taraf kepercayaan rii = 0,05.
Hasil uji validitas butir instrumen kreativitas guru, Diperoleh butir yang valid sebanyak 36 butir pertanyaan. Pertanyaan yang tidak valid berjumlah 4 butir pertanyaan yaitu butir; 5, 7, 31, dan 36. Dengan demikian, instrumen akhir untuk penelitian berjumlah 36 butir pertanyaan sebagai alat ukur variabel kreativitas guru.

2) Uji Reliabilitas
Butir pertanyaan yang valid yang berasal dari uji validitas selanjutnya diuji reliabilitasnya (keterandalannya). Uji reliabilitas ini untuk menguatkan apakah instrumen layak atau tidak untuk digunakan dalam penelitian. Uji reliabilitas ini menggunakan rumus Alpha Cronbach. Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai reliabilitas instrumen kreativitas guru adalah rii = 0,9534. Dengan demikian, instrumen penelitian variabel kreativitas guru memiliki reliabilitas yang tinggi sehingga dapat digunakan dalam penelitian.


2. Instrumen Kecerdasan Adversitas (Adversity Quotient, AQ)
a. Definisi Konseptual
Definisi konseptual dari kecerdasan adversitas (adversity quotient, AQ) dalam penelitian ini adalah kecakapan yang dimiliki guru dalam merespon hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru sehingga mampu bertahan dan menghadapi hambatan serta mengubahnya menjadi peluang meraih keberhasilan.
b. Definisi Operasional
Definisi operasional kecerdasan adversitas (adversity quotient, AQ) dalam penelitian ini adalah kecakapan yang dimiliki guru SMK yang memiliki jurusan ICT se-Kota Sukabumi dalam merespon hambatan yang dihadapi guna melaksanakan tugasnya sebagai guru sehingga mampu bertahan dan menghadapi hambatan serta dapat mengubahnya menjadi peluang meraih keberhasilan, yang ditunjukkan oleh skor hasil tes dengan indikator; 1) pengendalian diri (Control), 2) pengakuan rasa bersalah dan mempersalahkan diri (Origin dan Ownership), 3) pembatasan jangkauan kesulitan (Reach) dan 4) kekebalan menghadapi ancaman (Endurance).
c. Kisi-Kisi Instrumen
Instrumen yang digunakan untuk mengukur kecerdasan adversitas (adversity quotient, AQ) guru berbentuk non tes yang mengacu kepada kisi-kisi yang dibangun dari sejumlah teori sebelumnya. Konsep instrumen yang akan diuji coba untuk variabel kecerdasan adversitas (adversity quotient, AQ) guru terdiri dari 40 butir. Sebaran butir pernyataan yang disusun berdasarkan indikator pada variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kisi-Kisi Instrumen Kecerdasan Adversitas
Adversity Quotient, AQ) Guru

No. Indikator Nomor Butir Jumlah
Positif Negatif + - Seluruh
1 Pengendalian diri
(Control) 10, 13, 17, 38 1, 6, 8, 9, 16, 18, 19 4 7 11
2 Pengakuan rasa bersalah (Origin) 22, 34, 38 28, 30 3 2 5
3 Mempersalahkan diri
(Ownership) 26 25, 27,
32, 35 1 4 5
4 Pembatasan jangkauan
Kesulitan (Reach) 3, 5,
20, 24 2, 4, 7,
11, 12 4 5 9
5 Kekebalan menghadapi
Ancaman (Endurance). 29, 31, 33, 36 14, 15,
21, 23 4 4 8
Jumlah 16 22 38


d. Jenis Instrumen
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang kecerdasan adversitas (adversity quotient, AQ) guru berbentuk non tes dengan menggunakan Adversity Respon Profile Quick Take (ARP) atau Profil Respon terhadap Kesulitan, yang diadopsi dari instrumen aslinya (Paul G.Stoltz ) yang mendapat perubahan sesuai dengan kebutuhan penelitian dengan menggunakan Skala Thurstone yang berskala 1 sampai 5.
e. Kalibrasi Instrumen
1) Uji Validitas
Instrumen kecerdasan adversitas disusun berdasarkan atas indikator-indikator yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan sebanyak 40 pernyataan. Untuk menguji validitas (kesahihan) butir instrumen tersebut dilakukan uji coba instrumen kepada 30 orang guru SMK yang memiliki jurusan ICT se-Kota Sukabumi di luar sampel penelitian.
Validitas butir instrumen keusioner didasarkan atas uji korelasi Product Moment Pearson, yaitu melihat korelasi antara skor butir instrumen dengan skor total seluruh butir intrumen yang bersangkutan. Pernyataan yang sahih apabila memiliki r hitung > r tabel pada taraf kepercayaan α = 0,05.
Hasil uji validitas butir instrumen kecerdasan adversitas, Diperoleh butir yang valid sebanyak 38 butir pernyataan. Pernyatan yang tidak valid berjumlah 2 butir pernyataan yaitu butir; 22 dan 40. Dengan demikian, instrumen akhir untuk penelitian berjumlah 38 butir pernyataan sebagai alat ukur variabel kecerdasan adversitas.
2) Uji Reliabilitas
Butir pertanyaan yang valid yang berasal dari uji validitas selanjutnya diuji reliabilitasnya (keterandalannya). Uji reliabilitas ini untuk menguatkan apakah instrumen layak atau tidak untuk digunakan dalam penelitian. Uji reliabilitas ini menggunakan rumus Alpha Cronbach. Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai reliabilitas instrumen kecerdasan adversitas adalah rii = 0,8681. Dengan demikian, instrumen penelitian variabel kecerdasan adversitas memiliki reliabilitas yang tinggi sehingga dapat digunakan dalam penelitian.

3. Instrumen Pengetahuan ICT
a. Definisi Konseptual
Definisi konseptual dari pengetahuan guru tentang ICT adalah segala sesuatu yang diperoleh guru melalui pengalaman dan proses belajar serta proses mengingat kembali mengenai teknologi yang berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan penyajian informasi, dengan menggunakan seperangkat komputer beserta infrastrukturnya, sistem jaringan dan infrastruktur telekomunikasi.
b. Definisi Operasional
Definisi operasional pengetahuan ICT adalah skor dari segala informasi tentang ICT yang diterima guru SMK yang memiliki jurusan ICT se-Kota Sukabumi yang diukur berdasarkan indikator-indikator; 1) pengetahuan tentang komputer, 2) pengetahuan tentang jaringan, 3) internet dan fitur-fiturnya, 4) pengetahuan istilah-istilah ICT, 5) pengetahuan tetang e-learning, 6) CD interaktif dan 7) slide presentasi (power point)
c. Kisi-kisi Instrumen
Instrumen yang digunakan untuk mengukur pengetahuan ICT berbentuk tes. Konsep instrumen yang akan diuji coba untuk variabel pengetahuan terdiri dari 30 butir. Sebaran butir pertanyaan yang disusun berdasarkan indikator pada variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.
e. Jenis Instrumen
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang pengetahuan ICT berbentuk tes dengan menggunakan rentangan skor dimana tiap butir yang dikembangkan yaitu skor 1 (satu) menunjukan untuk jawaban benar dan 0 (nol) untuk jawaban salah.




Tabel 8. Kisi-Kisi Instrumen Pengetahuan ICT

No. Materi Pengetahuan
ICT C1 C2 C3 C4 C5 C6 Jumlah Butir
1 Pengetahuan tentang komputer 1, 6 2 27 37 5
2 Pengetahuan tentang jaringan 3 9 2
3 Internet dan fitur-fiturnya 4, 5, 7, 10, 11, 14, 17 33 13, 20, 22, 23 19 21 39 15
4 Pengetahuan istilah-istilah ICT 8 16 35 3
5 Pengetahuan tetang e-learning 31, 32 34 15 38 5
6 CD interaktif 29 12, 30 36 4
7 Slide presentasi
(power point) 18, 24 26, 28 25 40 6
Jumlah 11 9 7 6 5 2 40

Keterangan:
C1 = Pengetahuan (knowledge) C4 = Analisa (analysis)
C2 = Pemahaman (comprehension) C5 = Sintesis (sinthesys)
C3 = Penerapan (application) C6 = Evaluasi (Evaluation)

f. Kalibrasi Instrumen
1) Uji Validitas
Instrumen pengetahuan ICT disusun berdasarkan atas indikator-indikator yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan sebanyak 45 pertanyaan. Untuk menguji validitas (kesahihan) butir instrumen tersebut dilakukan uji coba instrumen kepada 30 orang guru SMK yang memiliki jurusan ICT se-Kota Sukabumi di luar sampel penelitian.
Validitas butir instrumen tes didasarkan atas uji korelasi Point Biserial, yaitu melihat korelasi antara skor butir instrumen dengan skor total seluruh butir intrumen yang bersangkutan. Pernyataan yang sahih apabila memiliki r hitung > r tabel pada taraf kepercayaan α = 0,05.
Hasil uji validitas butir instrumen pengetahuan ICT, Diperoleh butir yang valid sebanyak 40 butir pertanyaan. Pertanyaan yang tidak valid berjumlah 5 butir pertanyaan yaitu butir; 10, 12, 13, 15, dan 26. Dengan demikian, instrumen akhir untuk penelitian berjumlah 40 butir pertanyaan sebagai alat ukur variabel pengetahuan ICT.
2) Uji Reliabilitas
Butir pertanyaan yang valid yang berasal dari uji validitas selanjutnya diuji reliabilitasnya. Uji reliabilitas ini untuk menguatkan apakah instrumen layak atau tidak untuk digunakan dalam penelitian. Uji reliabilitas ini menggunakan rumus korelasi K-R.20. Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai reliabilitas instrumen pengetahuan ICT adalah rii = 0,9429. Dengan demikian, instrumen penelitian variabel pengetahuan ICT memiliki reliabilitas yang tinggi sehingga dapat digunakan dalam penelitian

F. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik statistika, baik statistika deskriptif maupun statistika inferensial. Statistika deskriptif digunakan untuk menyajikan data masing-masing variabel penelitian secara tunggal maupun bersama-sama yaitu variabel kreativitas guru, kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT, sedangkan statistika inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.
Statistika deskriptif yang digunakan adalah ukuran gejala pusat yang meliputi rata-rata, median dan modus, ukuran penyebaran atau variabelitas dengan menggunakan standar deviasi dan rentangan skor. Selain ukuran gejala pusat dan ukuran penyebaran data digunakan juga tabel frekuensi dan grafik histogram. Penyajian data masing-masing variabel penelitian dilakukan dengan penyajian rata-rata, standar deviasi, median, modus, skor minimum dan maksimum, rentang skor, tabel frekuensi dan histogram.
Statistika inferensial yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah analisis regresi dan korelasi sederhana serta analisis regresi dan korelasi ganda, sebelum menguji hipotesis dengan menggunakan analisis regresi dan korelasi sederhana terlebih dahulu dilakukan pengujian persyaratan analisis yaitu normalitas galat baku taksiran untuk setiap regresi sederhana dan homogenitas variabel kreativitas guru (Y) atas masing-masing variabel bebas penelitian yaitu kecerdasan adversitas (X1) dan pengetahuan ICT (X2).

G. Hipotesis Statistik
Dari deskripsi di atas, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan antara tiga variabel, yaitu Kecerdasan Adversitas (Adversity Quotient, AQ) sebagai variabel X1, Pengetahuan ICT sebagai variabel X2 dan Kreativitas Guru sebagai variabel Y.






Adapun hipotesis yang diajukan adalah:
1. H0 : ρy1 = 0
H1 : ρy1 > 0
2 H0 : ρy2 = 0
H1 : ρy2 > 0
3 H0 : ρy.12 = 0
H1 : ρy.12 > 0

Keterangan :

H0 : Hipotesis nol (tidak ada hubungan X dengan Y)
H1 : Hipotesisi alternatif (ada hubungan positif)
ρy1 : Koefisien korelasi antara variabel X1 dengan variabel Y
ρy2 : Koefisien korelasi antara variabel X2 dengan variabel Y
ρy.12 : Koefisien korelasi antara variabel X1 dan X2 secara bersama-sama
dengan variabel Y

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Penelitian
1. Variabel Kreativitas Guru
Berdasarkan hasil pengukuran kreativitas guru, didapatkan data dengan skor tertinggi 152 dan skor terendah 41 (rentang skor 111). Rata-rata skor (mean) sebesar 89,84 dengan nilai tengah (median) sebesar 91,00. Sedangkan skor paling sering muncul (modus) adalah 91,00. Nilai varians sampel yang diperoleh dari hasil pengolahan adalah 618,3004 dengan standar deviasi (SD) sebesar 24,87. Berdasarkan deskripsi di atas, maka terlihat bahwa nilai skor rata-rata, median, dan modus tidak jauh berbeda.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Sturgess, didapatkan jumlah kelas interval sebanyak 7 dengan jarak kelas yaitu 16 (setelah dibulatkan). Distribusi frekuensi dan histogram data variabel kreativitas guru selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 5.
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Kreativitas Guru
No. Kelas Interval Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif (%)
1 41 – 56 4 8
2 57 – 72 8 16
3 73 – 88 10 20
4 89 – 104 14 28
5 105 – 120 9 18
6 121 – 136 4 8
7 137 – 152 1 2
Jumlah 50 100


Gambar 5. Histogram Data Variabel Kreativitas Guru


Sebaran frekuensi tiap interval yang terlihat pada gambar 5 dan juga berdasarkan hasil peritungan terlihat bahwa rata-rata skor empirik diperoleh 89,84 yang berada pada kelas interval median dan modus menunjukkan bahwa data cenderung menyebar normal.
Perbandingan rata-rata skor empiris untuk variabel kreativita guru yang sebesar 89,84 dengan rata-rata skor teoritis adalah 108 (berdasarkan skor minimum 36 dan skor maksimum 180) menunjukkan bahwa kreativitas guru relatif sedang. Hal ini juga diperkuat oleh perbandingan antara sebaran data empirik (41-152) dengan sebaran data teoritis (36-180), diamana terlihat bahwa sebaran empirik condong ke arah nilai maksimum.

2. Deskripsi Data Variabel Kecerdasan Adversitas
Berdasarkan hasil pengukuran kecerdasan adversitas didapatkan data dengan skor tertinggi 168 dan skor terendah 114 (rentang skor 54). Rata-rata skor (mean) sebesar 142,16 dengan nilai tengah (median) sebesar 142. Sedangkan skor yang paling sering muncul (modus) adalah 140. Nilai varians sampel yang diperoleh dari hasil pengolahan adalah 143,1984 dengan standar deviasi (SD) sebesar 11,97.
Ketika dibanding dengan skor teoritis, terlihat bahwa rata-rata skor empirik (142,16) lebih besar dari rata-rata skor teoritis yang sebesar 132 (minimum 44 dan maksimum 220). Demikian juga halnya dengan nilai rentang skor empiris (114-168) yang condong pada arah maksimal dari rentang skor teoritis (44-220). Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan adversitas cukup baik menurut persepsi atau penilaian guru.
Data kecerdasan adversitas guru digambarkan dalam tabel frekuensi tergolong jarak kelas yaitu 8 (setelah dibulatkan). Distribusi frekuensi dan histogram data variabel kecerdasan adversitas selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10. dan Gambar 6.

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Kecerdasan Adversitas, AQ
No. Kelas Interval Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif (%)
1 114 – 121 2 4
2 122 – 129 4 8
3 130 - 137 12 24
4 138 – 145 13 26
5 146 – 153 9 18
6 154 – 161 8 16
7 162 – 169 2 4
Jumlah 50 100

Gambar 6. Histogam Data Variabel Kecerdaan Adersitas Guru


Sebaran frekuensi tiap interval yang terlibat pada Tabel 10 dan Gambar 6 dapat disimpulkan bahwa data variabel kecerdaan adversitas dalam penelitan ini memiliki sebaran yang cenderung normal. Berdasarkan hasil perhitungan bahwa rata-rata skor adalah 142,16 sedangkan rata-rata skor teoritis 132 berdasarkan skor minimum 44 dan skor maksimum 220. Perbandingan antara rata-rata empirik (142,16) dengan rata-rata teoritis (132) menunjukkan bahwa kecerdasan adveritas relatif baik. Hal ini juga ditunjang oleh nilai sebaran data empirik((114-168) yang condong ke arah skor maksimal pada sebaran data teoritis (44-220).
3. Deskripsi Data Variabel Pengetahuan ICT
Berdasarkan hasil pengukuran pengetahuan guru tentang ICT didapatkan data dengan skor tinggi 37 dan skor terendah 20 dengan rentang skor 17. Rata-rata skor (mean) sebesar 29,28 dengan nilai tengah (median) sebesar 29. Sedangkan skor yang paling sering muncul (modus) adalah 29. Nilai varians sampel yang diperoleh dari hasil pengolahan adalah 15,389 dengan standar deviasi (SD) sebesar 3,92.
Dibandingkan dengan skor teoritis yang sebesar 20 (skor minimal 0 dan maksimal 40), rata-rata skor empirik (29,4) relatif tinggi. Data rentang skor empirik (20-37) yang condong ke nilai maksimal dari rentang teoritis (0-40) memperkuat hasil yang ditunjukkan oleh perbandingan rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan guru tentang ICT relatif baik.
Untuk mendeskripsikan data dalam bentuk tabel frekuensi tergolong digunakan bantuan rumus Sturges dalam menentukan banyak dan panjang kelas. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan jumlah kelas interval sebanyak 7 dengan jarak kelas 3 (setelah dibulatkan). Ditribusi frekuensi dan histogram data variabel pengetahuan ICT selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 7
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Pengetahuan ICT
No. Kelas Interval Frekuensi Absolut Frekuensi Relatif (%)
1 20 – 22 3 6
2 23 – 25 4 8
3 26 – 28 13 26
4 29 – 31 16 32
5 32 – 34 9 18
6 35 – 37 5 10
Jumlah 50 100



Gambar 7. Histogram Data Variabel Pengetahuan ICT
Sebaran frekuensi tiap interval yang terlihat pada Tabel 11 dan Gambar 7 dapat diimpulkan bahwa data variabel pengetahuan ICT dalam penelitian ini memiliki sebaran cenderung normal. Hal ini juga dapat diperkuat oleh nilai rata-rata, median dan modus yang relatif sama.

B. Pengujian Persyaratan Analisis
1. Uji Normalitas
a. Uji Normalitas Galat Baku Taksiran (Y – Ŷ) persamaan Regresi antara Variabel Kecerdasan Adversitas dengan Variabel Kreativitas Guru Ŷ = -79,4192+ 1,1906 X1

Hasil uji normalitas galat baku taksiran (Y-Ŷ1) persamaan regresi antara variabel kecerdasan adversitas dengan variabel kreativitas guru melalui perhitungan didapatkan nilai L0 max = 0,1208, sementara Lt = 0,1246. Persyarat normal adalah jika L0 max < Lt maka galat baku taksiran berdistribusi normal. Dengan demikian galat baku taksiran (Y-Ŷ1) persamaan regresi antara kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru dengan berasal dari populasi yang berdistribusi normal, karena L0 max sebesar 0,1208 < Lt sebesar 0,1246 pada taraf kepercayaan α = 0,05 dan N= 50.

b. Uji Normalitas Galat Baku Taksiran (Y – Ŷ) persamaan Regresi antara Variabel Pengetahuan ICT dengan Variabel Kreativitas Guru: Ŷ = -1,2229 + 3,1101 X2

Hasil uji normalitas galat baku taksiran (Y-Ŷ2) persamaan regresi antara variabel pengetauan ICT dengan variabel kreativitas guru melalui perhitungan didapatkan nilai L0 max = 0,0748, sementara Lt = 0,1246. Persyarat normal adalah jika L0 max < Lt maka galat baku taksiran berdistribusi normal. Dengan demikian galat baku taksiran (Y-Ŷ2) persamaan regresi antara kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru dengan berasal dari populasi yang berdistribusi normal, karena L0 max sebesar 0,0748 < Lt sebesar 0,1246 pada taraf kepercayaan α = 0,05 dan N= 50.
Rangkuman uji normalitas data dengan menggunakan uji Lilliefors dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rangkuman Uji Normalitas Data
No. Galat L0 max Lt (α = 0,05) Kesimpulan
1. (Y-Ŷ1) 0,1208 0,1246 Normal
2. (Y-Ŷ2) 0,0748 0,1246 Normal
Syarat normal L0 < Lt

2. Uji Homogenitas Varians
a. Uji Homogenitas Varians Data Kreativitas Guru atas Variabel Kecerdasan Adversitas

Homogenitas varians data kreativitas guru atas kecerdasan adversitas diuji dengan menggunakan uji Bartlet. Berdaarkan hasil perhitungan diperoleh nilai χ2hitung = 16,4177 sedangkan χ2tabel = 67,50 pada α = 0,05. Persyaratan varians homogen adalah jika χ2hitung < χ2tabel. Karena χ2hitung < χ2tabel, maka kelompok data kreativitas guru atas kecerdasan adversitas berasal dari populasi yang homogen.
b. Uji Homogenitas Varians Data Kreativitas Guru atas Variabel Pengetahuan ICT

Homogenitas varians data kreativitas guru atas kecerdasan adversitas diuji dengan menggunakan uji Bartlet. Berdaarkan hasil perhitungan diperoleh nilai χ2hitung = 20,9435 sedangkan χ2tabel = 67,50 pada α = 0,05. Persyaratan varians homogen adalah jika χ2hitung < χ2tabel. Karena χ2hitung < χ2tabel, maka kelompok data kreativitas guru atas pengetahuan ICT berasal dari populasi yang homogen. Rangkuman uji homogenitas data variabel dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rangkuman Uji Homogenitas Kelompok Data Kreativitas Guru atas Kecerdasan Adversitas dan Pengetahuan ICT

No. Galat χ2hitung χ2tabel (α = 0,05) Kesimpulan
1. (Y-Ŷ1) 16,4177 67,5 Homogen
2. (Y-Ŷ2) 20,9435 67,5 Homogen
Syarat homogen χ2hitung < χ2tabel


C. Pengujian Hipotesis
1. Hubungan antara Kecerdasan Adversitas dengan Kreativitas Guru

Hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru. Berdasarkan perhitungan hubungan fungsional antara kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Ŷ = -79,4192 + 1,1906 X1. Hasil uji keberartian regresi memberikan hasil seperti tertera pada Tabel 14.
Hasil pada tabel menunjukkan bahwa untuk uji linearitas sebagai salah satu persyaratan untuk menggunakan korelasi Product Moment Pearsons menunjukkan bahwa regresi bersifat linear (Fhitung = 1,241 < 2,11 = Ftabel). Dengan demikian korelasi Product Moment Pearsons dapat digunakan.



Tabel 14. Ringkasan Analisis Varians (ANAVA) Uji Signifikansi dan Linearitas Regresi Variabel Kecerdasan Adversitas dengan Kreativitas Guru

SV dk JK RJK Fhitung Ftab
(α = 0,05) Ftab
(α = 0,01) Kesimpulan
Total (T) 50 433858
Regresi a
Regresi (b/a) 1
1 403561,28
9946,812 403561,28
9946,812
23,462**
4,04
7,218
Sangat signifikan

Sisa (S) 48 20349,908 423956
Tuna Cocok (TC) 30 13717,241 457,241 1,241ns 2,11 2,92 Linear
Galat (G) 18 6632,667 368

Keterangan:
SV : Sumber Variasi
dk : Derajat Kebebasan
JK : Jumlah Kuadrat
RJK : Rata-rata Jumlah Kuadrat
** : Sangat Signifikan (Fhitung = 23,462 > Ftabel = 7,218)
ns : Non Signifikan/Linear (Fhitung = 1,241 < Ftabel = 2,11)


Uji signifikansi regresi menunjukkan bahwa Fhitung= 23,462 > 7,218 = Ftabel (α = 0,01). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peramaan regresi antara kecerdasan adversitas (X1) dengan kreativitas guru (Y) yang ditunjukkan oleh persaam regresi Ŷ = -79,4192+ 1,1906 X1 bersifat sangat signifikan. Setiap peningkatan 1 unit kecerdasan adversitas akan meningkatkan kreativitas guru sebesar 1,1906 unit.
Hubungan fungsional antara kedua variabel tersebut dapat digambarkan dalam bentuk grafik seperti tertera pada Gambar 8.

Gambar 8. Persamaan Regresi antara Kecerdasan Adversitas (X1)
dengan Kreativitas Guru (Y)


Hasil perhitungan koefisien korelasi menunjukkan hasil seperti tertera pada Tabel 15. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai ry1 sebesar 0,573 dan uji signifikansi menunjukkan bahwa korelasi antara kecerdasan adversitas (X1) dengan kreativitas guru adalah sangat signifikan (t hitung = 5,91 > 2,686 = t tabel dengan α = 0,01). Koefisien determinan r2y1 = 0,328 (32,8 %) menunjukkan bahwa 32,8 % kreativitas guru dapat diterangkan oleh kecerdasan adversitas.
Tabel 15. Hasil Perhitungan Uji Signifikansi Korelasi Variabel X1 dengan Y
ry1 r2y1 thit t tab (0,05;48) t tab (0,01;48) Kesimpulan
0,573 0,328 5,910** 2,010 2,686 Sangat signifikan



2. Hubungan antara Pengetahuan ICT (X2) dengan Kreativita Guru (Y)
Hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara pengetahuan ICT (X2) dengan kreativitas guru (Y). Berdasarkan perhitungan hubungan fungsional antara pengetahuan ICT (X2) dengan kreativitas guru (Y) diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Ŷ = -1,2229 + 3,1101 X2. Hasil uji keberartian regresi memberikan hasil seperti tertera pada Tabel 16.
Tabel 16. Ringkasan Analisis Varians (ANAVA) Uji Signifikansi dan Linearitas Regresi Variabel Pengetahuan ICT (X2) dengan Kreativitas Guru (Y)

SV dk JK RJK Fhitung Ftab
(α = 0,05) Ftab
(α = 0,01) Kesimpulan
Total (T) 50 433858,00
Regresi a
Regresi (b/a) 1
1 403561,28
7293,856 403561,28
7293,856
15,22**
4,04
7,218
Sangat signifikan
Sisa (S) 48 23002,864 479,226
Tuna Cocok
(TC) 15 8373,748 558,250 1,259 2,01ns 2,70 Linear
Galat (G) 33 14629,117 443,307

Keterangan:
SV : Sumber Variasi
dk : Derajat Kebebasan
JK : Jumlah Kuadrat
RJK : Rata-rata Jumlah Kuadrat
** : Sangat Signifikan (Fhitung = 15,22 > Ftabel = 7,218)
ns : Non Signifikan/Linear (Fhitung = 1,259 < Ftabel = 2,01)

Hasil pada Tabel 16 menunjukkan bahwa untuk uji linearitas sebagai salah satu persyaratan untuk menggunakan korelasi Product Moment Pearsons menunjukkan bahwa regresi berifat linear (Fhitung = 1,259 < 2,01 = Ftabel). Dengan demikian korelasi Product Moment Pearsons dapat digunakan.Uji signifikansi regresi menunjukkan bahwa Fhitung = 15,22 > 7,218 = Ftabel (α = 0,01). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peramaan regresi antara kecerdasan adversitas (X2) dengan kreativitas guru (Y) yang ditunjukkan oleh persamaan regresi Ŷ = -1,2229 + 3,1101 X2 bersifat sangat signifikan. Artinya setiap peningkatan 1 unit pengetahuan ICT akan meningkatkan kreativita guru sebesar 2,1425 unit.
Hubungan fungsional antara kedua variabel tersebut dapat diganbarkan dalam bentuk grafik seperti tertera pada Gambar 9.

Gambar 9. Persamaan Regresi antara Pengetahuan ICT
dengan Kreativitas Guru


Hasil perhitungan koefisien korelasi menunjukkan hasil seperti tertera pada Tabel 17. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai ry2 sebesar 0,491 dan uji signifikansi menunjukkan bahwa korelasi antara pengetahaun ICT (X2) dengan kreativitas guru adalah sangat signifikan (t hitung = 4,477 > 2,686 = t tabel dengan α = 0,01). Koefisien determinan r2y2 = 0,241 (24,1 %) menunjukkan bahwa 24,1 % kreativitas guru dapat diterangkan oleh pengetahuan ICT.
Tabel 17. Hasil Perhitungan Uji Signifikansi Korelasi Variabel X2 dengan Y
ry2 r2y2 t hit t tab (0,05;48) t tab (0,01;48) Kesimpulan
0,491 0,241 4,477** 2,010 2,686 Sangat signifikan





3. Hubungan antara Kecerdasan Adversitas dan Pengetahuan ICT secara bersama-sama dengan Kreativitas Guru

Hubungan fungsional antara kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama dengan kreativitas guru dapat disajikan dalam bentuk persamaan regresi sebagai berikut Ŷ = -92,542 + 0,913 X1 + 1,797 X2. Uji keberartian regresi ganda antara kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama dengan kreativitas guru dapat dirangkum melalui Tabel ANAVA berikut ini (Tabel 18)
Tabel 18. ANANVA Regresi Ganda Ŷ = -92,542 + 0,913 X1 + 1,797 X2
SV Dk JK RJK Fhitung Ftab
(α = 0,05) Ftab
(α = 0,01) Kesimpulan
Total (T) 50 433858,00
Koefisien (b0) 1 403561,28 403561,28
Total Dikoreksi 49 30296,72 618,30
Regresi 2 11840,259 5920,13 15,076** 3,2 5,11 Sangat Signifikan
Sisa 47 18456,461 392,691

Keterangan:
SV : Sumber Variasi
dk : Derajat Kebebasan
JK : Jumlah Kuadrat
RJK : Rata-rata Jumlah Kuadrat
** : Sangat Signifikan (Fhitung = 15,076 > Ftabel = 5,11)

Hasil pada Tabel 18 menunjukkan bahwa regresi ganda kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama dengan kreativitas guru (Y) yang ditunjukkan oleh persamaan Ŷ = -92,542 + 0,913 X1 + 1,797 X2 adalah sangat signifikan (Fhitung = 15,076 > 5,11 = Ftabel). Setiap peningkatan 1 unit kecerdasan adversitas dan 1 unit pengetahuan ICT akan meningkatkan kreativitas guru sebesar 2,710 (0,913 + 1,797) unit.
Berdasarkan hasil perhitungan regresi ganda, kekuatan hubungan antara variabel kecerdasan adversitas dan pengertahuan ICT secara bersama-sama dengan kreativitas guru (ry.12) sebesar 0,502. Uji hipotesis korelasi ganda antara variabel kecerdasan adversitas dan pengertahuan ICT secara bersama-sama dengan kreativitas guru tertera pada Tabel 19.
Tabel 19. Hasil Perhitungan Uji Signifikansi Korelasi Ganda Kecerdasan Adversitas dan Pengertahuan ICT dengan Kreativitas Guru

ry.12 r2y.12 Fhit Ftab (0,05;48) Ftab (0,01;48) Kesimpulan
0,502 0,252 15,076** 3,20 5,11 Sangat signifikan
Syarat Signifikan Fhit > Ftab

Berdasarkan hasil uji signifikansi koefisien regresi ganda antara variabel kecerdasan adversitas dan variabel pengetahuan ICT secara berama-sama dengan kreativitas guru, diperoleh nilai Fhitung = 15,076 sedangkan Ftabel = 5,11 (pada taraf signifikansi α = 0,01). Dengan demikian Fhitung > Ftabel, yang berarti koefisien korelasi antara kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama dengan kreativitas guru adalah sangat signifikan. Karena korelasi bersifat signifikan, maka dapat ditentukan koefisien determinansi (r2y.12) yakni sebesar 0,252 (25,2%). Hal ini menunjukkan bahwa 25,2% kreativitas guru ditentukan oleh kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama.
Mencermati nilai dari masing-masing koefisien korelasi sederhana dan membandingkanya dengan nilai koefisien korelasi ganda terlihat bahwa terjadi efek yang saling menguatkan antara variabel kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT. Hal ini terihat dari nilai koefiisien korelasi ganda (ry.12 = 0,502) yang lebih besar dari nilai koefisen korelasi sederhana antara pengetahuan ICT dengan kreativitas guru (ry2 = 0,491)

4. Uji Korelasi Parsial
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai koefisien korelasi variabel kecerdasan adversitas dengan variabel kreativitas guru dan variabel pengetahuan ICT sebagai dikontrol (ry1.2) sebesar 0,445. Untuk menguji tingkat signifikansi korelasi parsial yang dikontrol oleh variabel pengetahuan ICT dilakukan uji t. Syarat signifikansi adalah bila t hitung > t tabel. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh t hitung = 4,095, sedangkan t tabel = 2,670 (α = 0,01) maka t hitung sebesar 4,095 > t tabel sebesar 2,670. Dengan demikian hubungan kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru dimana nilai pengetahuan ICT dikontrol atau tetap adalah sangat signifikan dengan kontribusi sebesar 0,198 (19,8 %). Dengan kata lain variabel pengetahuan ICT secara signifikan sekali menjelaskan hubungan antara kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru, sehingga terjadi hubungan positif antara kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru. Berdasarkan hasil perhitungan korelasi parsial tersebut dapat dinyatakan bahwa kecerdasan adversitas yang dimiliki guru-guru di SMK Negeri dan Swasta yang memiliki jurusan ICT se-Kota Sukabumi yang dijadikan objek penelitian adalah sangat signifikan terhadap kreativitas guru.
Koefisien korelasi variabel pengetahuan ICT dengan variabel kreativitas guru dimana variabel kecerdasan adversitas dikontrol (ry2.1) sebesar 0,305. Untuk menguji tingkat signifikansi dari koefisien korelasi parsial antara variabel pengetahuan ICT dengan kreativitas yang dikontrol oleh variabel kecerdasan adversitas dilakukan dengan uji t. Syarat signifikansi adalah bila t hitung > t tabel. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh t hitung = 2,508, sedangkan t tabel = 2,01 (α = 0,05) maka t hitung sebesar 2,508 > t tabel sebesar 2,01. Dengan demikian hubungan pengetahuan ICT dengan kreativitas guru dimana nilai variabel kecerdasan adversitas dikontrol atau tetap adalah signifikan dengan kontribusi sebesar 0,090 (9,0 %). Hal ini berarti bahwa hubungan antara pengetahuan ICT dengan kreativitas guru adalah signifikan setelah dikontrol oleh variabel kecerdasan adversitas, atau dengan kata lain kecerdasan adversitas tidak dapat mengaburkan hubungan antara pengetahuan ICT dengan kreativitas guru.
Tabel 20. Ringkasan Hasil Perhitungan Uji Korelasi Parsial
Variabel Pengendali rparsial t hit t tab Kesimpulan
Α = 0,05 α = 0,01
X2 0,445 4,095** 2,01 2,67 Sangat Signifikan
X1 0,305 2,508 2,01 2,67 Signifikan



D. Pembahasan Hasil Penelitian
Secara keselururhan hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif antara: 1) kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru, 2) pengetahuan ICT dengan kreativitas guru, dan 3) kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama dengan kreativitas guru. Dengan memperhatikan bentuk hubungan fungsional maka kreativitas guru merupakan hasil dari bekerjanya variabel kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT.
Hubungan fungsional antara variabel kecerdasan adversitas (X1) dengan kreativitas guru (Y) disajikan dalam bentuk persamaan regresi Ŷ = -79,4192 + 1,1906 X1. Bentuk peramaan regresi tersebut dapat diartikan bahwa setiap penambahan satu unit variabel kecerdasan adversitas akan menyebabkan kenaikan kreativitas guru sebesar 1,1906 unit. Kekuatan hubungan antara variabel kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru sebesar 0,573. Dengan determinasi sebesar 0,328, ini berarti bahwa kecerdasan adversitas memberi kontribusi terhadap kreativitas guru sebesar 32,8%.
Hasil di atas sesuai dengan pendapat Paul G. Stoltz yang menyatakan bahwa kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh hal-hal yang tidak pasti. Ketidakberdayaan dapat menghancurkan kreativitas orang-orang yang cemerlang dan berbakat. Orang-orang yang tidak mampu menghadapi kesulitan menjadi tidak mampu bertindak kreatif. Dengan kata lain orang yang memiliki AQ yang rendah, maka akan memiliiki daya kreativitas yang rendah dan begitu pula sebaliknya dengan AQ yang tinggi maka akan dimiliki daya krativitas yang tinggi pula.
Selain itu, hasil penelitian ini pun sesuai dengan hasil penelitian Saepudin yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara ketahanmalangan/kecerdasan adversitas guru dengan kinerja guru. Dengan nilai koefisien korelasi ry1 = 0,3994 dan koefisien determinan ry12 = 0,1595 yang berarti 15,95 persen kinerja guru dapat dijelaskan oleh adanya ketahanmalangan guru dalam melakukan proses kinerja guru di sekolah. Dengan kata lain semakin tinggi AQ seorang guru, maka semakin tinggi pula kinerja guru tersebut.
Adapun kaitan antara kreativitas guru dengan kinerja guru memiliki hubungan yang positif, dimana semakin tinggi kreativitas guru, maka kinerjanya semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Feri Marjoni, tentang hubungan kreativitas dengan kinerja yang menyimpulkan terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara keduanya, dengan persamaan regresi Ŷ = 39,0568 + 0,67 X1 dan koefisien korelasi sebesar 0,3347. Ini berarti semakin tinggi kreativitas maka semakin tinggi pula kinerjanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi AQ yang dimilki guru, maka semakin tinggi pula kreativitas yang dimiliki guru tersebut.
Hubungan fungsional antara variabel pengetahuan ICT (X2) dengan kreativitas guru (Y) disajikan dalam bentuk persamaan regresi Ŷ = -1,2229 + 3,1101 X1. Bentuk peramaan regresi tersebut dapat diartikan bahwa setiap penambahan satu unit variabel pengetahuan ICT akan menyebabkan kenaikan kreativitas guru sebesar 3,1101 unit. Kekuatan hubungan antara variabel pengetahuan ICT dengan kreativitas guru sebesar 0,491. Dengan determinasi sebesar 0,241, ini berarti bahwa pengetahuan ICT memberi kontribusi terhadap kreativitas guru sebesar 24,1%.
Berdasarkan nilai koefisien korelasi dapat dinyatakan bahwa hubungan antara pengetahuan ICT dengan kreativitas guru mempunyai hubungan yang sangat kuat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien determinan (r2y2) sebesar 0,241, yang berarti 24,1% kreativitas guru dapat dijelaskan oleh adanya variasi-variasi yang ada dalam pengetahuan tentang ICT.
Memperhatikan presentase pengetahuan ICT terhadap kreativitas guru menunjukkan bahwa pengetahua ICT memiliki presentase yang cukup besar menentukan kreativitas guru dibandingkan dari sekian banyak faktor-faktor yang menentukan kreativitas guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Jokos , bahwa teknologi informasi dan komunikasi (ICT) telah menjadi media yang paling efektif digunakan untuk mencapai mutu pendidikan dalam memasuki era globalisasi. Hal ini semakin terlihat jelas bahwa pendidikan membutuhkan teknologi informasi. Dengan media teknologi informasi semakin banyak orang yang melakukan proses pembelajaran melalui internet. Internet sebagai salah satu hasil dari kemajuan dunia teknologi yang merupakan bagian dari ICT, sudah menjadi pusat data dan informasi yang penting dalam rangka melakukan riset, khususnya bidang komunikasi.
Hasil di atas seiring pula dengan pendapat Jordan E.Ayan yang menyatakan bahwa teknologi sebagai fasilitator proses kreatif di setiap bidang. Teknologi sebagai bentuk ungkapan kreatif. Teknologi telah membuka jalan untuk munculnya ungkapan kreatif jenis baru yaitu multimedia. Dengan kata lain semakin tinggi pengetahuan ICT yang dimilki seorang guru maka semakin tinggi daya kreatif yang dimilkinya, begitu pula sebaliknya.
Selain itu, hasil penelitian ini pun sesuai dengan pendapat E. Mulyasa yang menyatakan bahwa dengan segenap kreativitasnya guru dituntut untuk mendalami pengetahuan tentang ICT sehingga guru dapat memanfaatkan semaksimal mungkin fasilitas yang disediakan dalam ICT. Pembelajaran berbasis ICT akan meningkatkan kreativitas guru sehingga pembelajaran bersifat inovatif, variatif dan menyenangkan. Dengan demikian pengetahuan ICT akan meningkatkan kreativitas guru.
Selain itu, hasil penelitian ini pun sesuai dengan hasil penelitian Eka Herlina yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara pengetahuan tentang internet dengan kinerja dosen yang ditunjukkan dengan persamaan Ŷ = 45,219 + 3,843 X1 yang mengandung makna bahwa semakin tinggi tingkat intensitas pengetahuan tentang internet maka akan semakin tinggi pula kinerja dosen dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang dosen tersebut. Hal yang sebaliknya akan terjadi apabila semakin rendah pengetahuan tetang internet (nilai X1 cenderung turun) sehingga dosen kurang bisa menjalankan perannya sebagai dosen, dan nilai koefisien korelasi (ry1) sebesar 0,82 serta koefisien determinan (ry12) sebesar 0,675 yang berarti 67,5 persen kinerja dosen dapat dijelaskan oleh adanya pengetahuan dosen tentang internet. Sementara internet merupakan bagian dari ICT, dengan demikian dapat dikataan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan ICT seorang guru, maka semakin tinggi pula kreativitas guru tersebut.
Berdasarkan hasil analisis data tentang kekuatan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dapat digambarkan bahwa kekuatan hubungan antara variabel kecerdasan adversitas dengan kreativitas, antara variabel pengetahuan ICT dengan kreativitas dan hubungan antara kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT dengan kreativitas secara bersama-sama menunjukkan kekuatan hubungan positif. Hal ini mengandung makna bahwa kecerdasan adversitas dan pengetahuan tentang ICT adalah aspek yang saling mendukung dalam menghasilkan kreativitas guru.
Hubungan fungsional antara variabel kecerdasan adversitas (X1) dan pengetahuan ICT (X2) secara bersama-sama dengan kreativitas guru (Y) disajikan dalam bentuk persamaan regresi Ŷ.12 = -92,542 + 0,913 X1 + 1,797 X2. Bentuk peramaan regresi tersebut dapat diartikan bahwa setiap penambahan satu unit kecerdasan adversitas dan satu unit pengetahuan ICT secara bersama-sama akan meningkatkan kreativitas guru sebesar 2,71 unit (0,91+1,797). Mencermati hasil pengujian keberartian persamaan regresi ganda diperoleh Fhitung sebesar 15,076 lebih besar dari Ftabel sebesar 3,202. Hal ini dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi ganda Ŷ.12 = -92,542 + 0,913 X1 + 1,797 X2 adalah berarti.
Lebih lanjut, dari hasil pengujian keberartian koefisien korelasi diperoleh Fhitung sebesar 15,076 ternyata lebih besar dari Ftabel sebesar 3,202. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara variabel kecerdasan adversitas (X1) dan pengetahuan ICT (X2) secara bersama-sama dengan kreaivitas guru (Y). Artinya apabila variabel kecerdasan adversitas (X1) dan pengetahuan ICT (X2) ditingkatkan secara bersama-sama maka akan terjadi peningkatan terhadap kreativitas guru.
Adapun tingkat kekuatan hubungan antara kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama dengan kreativitas guru dapat dilihat nilai koefisien determinan korelasi, yang menerangkan sampai sejauhmana persentase kedua variabel bebas tersebut menentukan kreativitas guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien determinansi korelasi ganda antara kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara berama-sama dengan kreativitas guru (r2y.12) sebesar 0,252. Nilai koefisien determinan tersebut menunjukkan bahwa 25,2 % kreativitas guru dapat dijelaskan oleh variabel kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama.
Indikasi kecerdasan adversitas dan pengetahuan guru mempunyai kontribusi yang besar terhadap kreativitas guru tersebut adalah memperkuat teori Paul G.Stoltz yang menyatakan bahwa seseorang harus memiliki prinsip untuk dapat mengubah hambatan menjadi peluang dalam meraih sukses, menghindari kegagalan, meningkatkan pengetauan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mencapai tujuan, memikul tanggung jawab, memikul resiko dalam bekerja, bekerja keras, dorongan untuk maju, dorongan untuk lebih baik dari orang lain, dan memperoleh umpan balik. Oleh karena itu dapat diakatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama dengan kreativitas guru.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa hubungan yang paling kuat dan sumbangan yang paling besar terjadi pada hubungan antara kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT dengan kreativitas guru.
Hasil temuan ini mengisyaratkan kreativitas guru tidak hanya timbul dengan sendirinya atau tumbuh dari faktor dalam saja akan tetapi dipengaruhi pula oleh faktor luar, dalam hal ini kecerdaan adversitas dan pengetahuan ICT memiliki peranan yang sangat determinan dalam menentukan kreativitas guru.
Mencermati hasil uji korelasi parsial antara kedua variabel bebas dengan variabel terikat, hasil penelitian menunjukkan baik antara kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru yang dikontrol oleh pengetahuan ICT, maupun antara pengetahuan ICT dengan kreativitas guru yang dikontrol oleh kecerdasan adversitas adalah tetap signifikan. Selanjutnya, bila dibandingkan hasil perhitungan koefisien korelasi antar kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru (ry1 = 0,573) dengan nilai koefisien korelasi parsial antara kecerdasan adversitas dan kreativitas guru yang dikontrol oleh pengetahuan ICT (ry1.2 = 0,445). Menunjukkan nilai koefisien korelasi satu variabel relatif lebih rendah diabandingkan dengan korelasi parsial. Hal ini berarti hubungan antar kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru relatif lebih kuat daripada hubungan kecerdaan adversitas dengan kreativitas guru secara parsial. Demikian pula koefisien korelasi antar pengetahuan ICT dengan kreativitas guru (ry2 = 0,491) relatif lebih tinggi dari koefisien korelasi parsial antar pengetahuan ICT dengan kreativitas guru yang dikontrol oleh kecerdasan adversitas (ry2.1 = 0,445). Hal ini berarti bahwa kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama berdampak terhadap pencapaian kreativitas guru yang lebih baik, atau dengan kata lain hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT memberikan kontribusi yang besar terhadap pencapaian kreativitas guru yang lebih baik.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan antara variabel kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT dengan kreativitas guru, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru. Hubungan fungsional antara kecerdasan adversitas dengan kreativitas guru ditunjukkan oleh persamaan regresi Ŷ = -79,4192+ 1,1906 X1. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan satu unit kecerdasan adversitas (X1) akan meningkatkan kreativitas guru (Y) sebesar 1,1906 unit. Kekuatan hubungan antara keduanya ditunjukkan dengan koefisien korelasi (ry1) sebesar 0,573 dan koefisien determinasi (r2y1) sebesar 0,328. Ini berarti bahwa kecerdasan adversitas menyumbang 32,8% terhadap kreativitas guru.
2. Terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara pengetahuan ICT dengan kreativitas guru. Hubungan fungsional antara pengetahuan ICT dengan kreativitas guru ditunjukkan oleh persamaan regresi Ŷ = -1,2229 + 3,1101 X2. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan satu unit pengetahuan ICT (X2) akan meningkatkan kreativitas guru (Y) sebesar 3,1101 unit. Kekuatan hubungan antara keduanya ditunjukkan dengan koefisien korelasi (ry2) sebesar 0,491 dan koefisien determinasi (r2y1) sebesar 0,241. Ini berarti bahwa pengetahuan ICT menyumbang 24,1% terhadap kreativitas guru.

3. Terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama dengan kreativitas guru yang ditunjukkan oleh persamaan regresi Ŷ = -92,542 + 0,913 X1 + 1,797 X2. Keduanya berjalan seiring yang artinya makin tinggi kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT maka makin tinggi pula kreativitas guru, dengan kata lain terjadi efek yang saling menguatkan antara variabel kecerdasan adversitas dengan pengetahuan ICT. Kadar hubungan keduanya ditunjukkan dengan koefisien korelasi (ry.12) sebesar 0,502. Kontribusi variabel kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama dalam menerangkan variabel kreativitas guru adalah sebesar 25,2 % (r2y.12 = 0,252).
.
B. Implikasi
Pada kenyataanya kreativitas guru tidak terlepas dari kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT. Kreativitas guru yang baik merupakan indikasi langkah awal yang ditunjukkan oleh guru untuk meningkatkan prefesionalisme guru. Peningkatan kreativitas guru yang dilakukan secara kontinyu diharapkan akan mampu mengantarkan kemampuan prestasi peserta didik yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas pendidikan di SMK khususnya SMK yang memilki jurusan ICT se-Kota Sukabumi. Kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT merupakan dua dari banyak hal yang mendukung kreativitas guru dalam menjalankan fungsinya. Dari hasil penelitian ini diketahui terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan adversitas dan pengtahuan ICT dengan kreativitas guru baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Walau dalam hal ini secara kuantitatif keduanya tidaklah memberikan kontribusi yang sama.
Implikasi dari hasil penelitian yang menghubungkan antara kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama dengan kreativitas guru sebagai berikut:
1) Upaya Peningkatan Kreativitas Guru melalui Kecerdasan Adversitas
Upaya ini akan berkaitan dengan bagaimana memperbaiki kecerdasan adversitas (ketahanmalangan) seorang guru, serta untuk meningkatkan penyesuaian diri terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas sebagai pengajar dan pendidik di sekolah. Dalam hal ini, yang paling utama untuk memperkuat, memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan adversitas guru adalah yang berkaitan dengan menggunakan rangkaian LEAD dan teknik Stoppers. LEAD (Listen = Dengarkan respons terhadap kesulitan, Explore = Jejaki asal usul dan pengakuan atas akibatnya termasuk Originalitas atau Ownership, Analyze = Analisis bukti-bukti kesulitan yang dihadapi, dan Do = Lakukan sesuatu untuk membatasi beberapa lama berlangsungnya kesulitan).
Rangkaian LEAD didasarkan pada pengertian bahwa seorang guru dapat mengubah keberhasilan dengan mengubah kebiasaan-kebiasaan berpikir dan bertindak. Perubahan diciptakan dengan mempertanyakan pola-pola lama dan secara sadar membentuk pola-pola baru serta memperkuat rasa pengendalian seorang guru melalui pengakuan yang lebih besar dan komitmen untuk bertindak.
Teknik Stoppers atau teknik-teknik mencegah pembuatan bencana merupakan teknik kognitif untuk mencegah orang merasa mengalami bencana dan keadaan-keadaan emosional yang destruktif seperti panik, pesimis, sedih, merasa tegang dan tidak berdaya menajadi keuletan emosional dan fisik yang yang lebih besar sebagai respon terhadap tekanan hidup sehari-hari.
Teknik-teknik tersebut digolongkan menjadi dua kategori yaitu perintang dan pembingkai ulang. Perintang terdiri dari; 1) menggebrakan telapak tangan ke permukaan benda keras sambil berteriak stop, 2) memusatkan perhatian pada benda yang tidak ada hubungannnya, 3) menaruh sebuah karet gelang di pergelangan tangan, dan menjepretkannya ke pergelangan tangan, 4) menyibukkan diri dengan kegiatan yang tidak ada kaitannya, 5) merubah kondisi dengan berolahraga. Sementara Pembingkai Ulang terdiri dari: 1) memusatkan perhatian pada tujuan, 2) mengecilkan diri, dan 3) membantu orang lain. Semuanya merupakan metode-metode yang efektif untuk menghalangi jalur-jalur saraf yang destruktif, dan terhindarkan dari kejatuhan sewaktu merespon kesulitan.
Uraian di atas sangat berkaitan dengan usaha yang dilakukan oleh seorang guru baik secara mandiri maupun secara bersama-sama dengan lembaga atau sekolah yang menaunginya. Artinya sekolah memilki program-program baik jangka pendek maupun jangka panjang tentang upaya dalam rangka memperkuat dan meningkatkan kecerdasan adversitas guru. Hal tersebut dapat dilakukan melalui in-service training atau on-service training. Sehingga pada gilirannya kreativitas guru dapat lebih baik.

2) Upaya Peningkatan Kreativitas Guru melalui Pengetahuan ICT
Penelitian ini secara teoritis mempunyai implikasi antara lain bahwa guru sebagai pendidik bukanlah subyek yang statis, melainkan perlu selalu berkembang dan maju, baik dalam pengetahuan dan keterampilan atau profesionalitasnya. Peningkatan ini diantaranya dapat dilakukan melalui peningkatan pengetahuan ICT.
Sedangkan implikasi secara praktis, tentunya pada orang-orang yang terlibat langsung atau praktisi pendidikan khususnya pendidikan formal di SMK khususnya SMK yang memiliki jurusan ICT se-Kota Sukabumi. Bagi guru tidak sewajarnya bila ada yang menganggap bahwa pengetahuan ICT hanya kebutuhan tambahan (suplemen), karena sudah secara ilmiah, bahwa pengetahuan ICT memberikan kontribusi yang besar terhadap kreativitas guru.

3) Upaya Peningkatan Kreativitas Guru melalui Kecerdasan Adversitas dan Pengetahuan ICT secara Bersama-sama.

Dengan mengkaji hubungan antara kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama dengan kreativitas guru, maka terbukti bahwa kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama mampu memberikan kontribusi yang berarti terhadap kreativitas guru.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu diupayakan untuk meningkatkan kreativitas guru melalui peningkatan kecerdasan adversitas dan pengetahuan ICT secara bersama-sama.
Upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan rangkaian LEAD bersama guru lain baik secara umum maupun secara pribadi. Juga menggunakan Stoppers untuk menghapus sikap membuat bencana sebagai pilihan. Stoppers berfungsi sebagai teknik yang efektif untuk menghentikan anggapan bahwa segala sesuatu sebagai bencana. Kedua teknik tersebut direalisasikan dengan menggunakan fasilitas ICT yang tersedia. Dengan demikian akan tercipta sumberdaya manusia sekolah dalam hal ini guru-guru yang tangguh, ulet, tahan banting, pantang menyerah, tidak cepat putus asa, dan menguasai ICT, yang pada gilirannya akan tercipta guru-guru yang kaya akan ide, memiliki pemikiran yang orisinil, feksibel, elaboratif dan redefinitif sebagai ciri dari guru kreatif.

C. Saran
1) Kepala Sekolah hendaknya memfasilitasi dan memotivasi guru untuk memanfaatkan fasilitas ICT dalam menentukan strategi belajar mengajar yang tepat.
2) Kepala Sekolah diharapkan dapat memupuk semangat guru agar giat bekerja, bekerja dengan efektif, pantang menyerah, tahan banting, tidak mudah putus asa, dan tanggap atas kesalahan, serta suka akan persaingan melalui kegiatan outbond untuk meningkatkan kecerdasan adversitas.
3) Guru hendaknya dapat meningkatkan penggunaan ICT sebagai media pembelajaran, dan terampil dalam mengakses internet guna mencari informasi/data yang berhubngan dengan materi pelajaran.
4) Mengadakan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan kreativitas, kecerdasan adversitas, dan ICT

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir dan Terra Ch. Triwahyuni. Pengenalan Teknologi Informasi. Yogyakarta: ANDI, 2003.

Afrizal Mayub. e-Learning Fisika Berbasis Macromedia Flash MX. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005.

Agus Efendi. Revolusi Kecerdasan Abad 21. Bandung: Alfabeta, 2005.

Asep Herman Suyanto. Mengenal e-learning, 2005. http://www.asep-hs.web.ugm.ac.id,

Barrow, Robin and Ronald Woods, An Introduction to Philosophy of Education. London and New York: Routledge Taylor & Francis Group, 2006.

Bews, John. Permainan Berpikir Melejitkan Kekuatan Pikiran (How to Use Your Brain). Bandung: Penerbit Jabal, 2007.

Bloom, Benjamin S. Taxonomy of Educational Objectives: Book 1 Cognitive Domain. New York: Longman Inc, 1965.

Bobbi DePorter & Mike Hernacki. Quantum Learning. Bandung: Mizan Pustaka, 2008.

Buzan, Tony. The Power of Creative intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Dani Maroe Beni, Perkembangan Multimedia dan CD Interaktif, 2008. http://deskomerso1.com/?p=187.

Dani Ronnie, The Power of Emotional & Adversity Quotient for Teachers. Bandung: Mizan Media Utama, 2006.

Dedi Supriadi. Kreativitas, Kebudayaan dan perkembangan Iptek. Jakarta: Alfabeta, 1994.

Depdiknas. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Tentang sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), 2003.

Eka Herlina, Hubungan anatara Pengetahuan Dosen tentang Internet dan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Dosen. Bogor: Program Pascasarjana UNPAK, 2006

Eko Nugroho. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: ANDI, 2008.

E. Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.

Evita. Psikologi Pendidikan, Modul Diklat Calon Widiyaiswara. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 2005.

Febrian, Jack. Komputer dan Teknologi Informasi. Yayasan Total Sarana Edukasi, 2007. http://www.total.or.id/info.php?kk=”teknologi_informasi”.

Gatot Hari Priowirjanto, Baguono Djokosumbogo, Bondan S. Prakoso, dan Khalid Mustafa. Sejarah Perkembangan Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi, dari Jarnet hingga Jardiknas menujun ke South East Asian Education Network (SEA Edu Net), http://khalidmustafa.info/?p=102

Goman, Carol Kinsey, Creativity in Business: Mengubah Gagasan Menjadi Keuntungan. Terjemahan. Jakarta: Taruna Grafica, 2003.

Hamzah B. Uno. Profesi Kependidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007.

Hari Wibawanto. Teknologi Informasi dan Komunikasi: Konsep dan Perkembangannya. http://infokom.file.wordpress.com/2007/03/teknologi-informasi-dan-komunikai.doc.

Harry B. Santoso. E-Learning: Belajar Kapan Saja, Dimana Saja, 2007.

Ikasmantri. Komputer sebagai Media Pembelajaran, 2008. http://blog.ikasmantri 07.org/index.php/komputer-sebagai-media-pembelajaran/

Jokos. Manfaat dan Kendala ICT, 2009 http://bswgramedia.com/index.php? option=com_content&task=view&id=6&Itemid=2.

Jordan E. Ayan. Bengkel Kreativita. Bandung: Kaifa, 1997.

Jujun S Suriasumantri. Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994.

Kementriaan Negara Riset dan Teknologi dalam Edi Haryanto, Buku Putih. Penelitian Pengembangan dan Penerapan IPTEK Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi Tahun 2005-2025, Jakarta: Kementrian Negara Riset dan Teknologi, 2006. http://media.diknas.go.id./media/document/
5595.pdf

Leony Lidya, M.Sukrisno M, Iping Supriana S. dan Iman Sudirman. Peran Manajemen Pengetahuan dalam Mengefektifkan Perguruan Tinggi. Makalah Sistem Informasi. Bandung: Informatika, 2005.

Lukas Lukmana. Dukungan Industri Software dalam Implementasi eLlearning di Dunia Pendidian, 2006. Lukas@wahanakom.com.

Maryati. Peran Pendidik Dalam Proses Belajar Mengajar Melalui Pengembangan E-Learning. Jardiknas, 2007.

M. Musrofi. Creative Manager, Creative Enterpreneur. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2008.

Muhammad Adri. Guru Go Blog: Optimalisasi Blog untuk Pembelajaran. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008.

Novira, Mengenal E-Learning. http://novira-itb.blogspot.com/2007/12/mengenal e-learning.html

Oemar Hamalik. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru, 1992.

Petty, Geoffrey. How to be better at… Creativity. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2002.

Raden Bidoarto. Panduan Ngeblog Menggunakan Wordpress. Yogyakarta: ANDI, 2008.

Richardus Eko Indrajit. “Peranan Strategis Teknologi Informasi dalam Sistem Pendidikan Dasar dan Menengah”. Makalah tentang Sistem Informasi. Bandung: Informatika, 2005.

Ridwan Sanjaya, Marlon Leong. Mudah Membangun Web E-Learning. Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 2008)

Romi Satria Wahono. Pengantar e-learning dan pengembangannya, 2005. http://www.ilmukomputer.com.

Seng, Tan Oon. Educational Psychology, A Practitioner Researcher Approach Singapore, Nanyang Technological University.

Stevanus Wisnu Wijaya. “Pemetaan Information and Communication Technology Literacy bagi Manajer Perusahaan: Sebuah Kajian Konseptual”, Makalah tentang Sistem Informasi. Bandung: Informatika, 2005.

Stoltz, Paul G. Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Alih Bahasa T. Hermaya. Jakarta: Grasindo, 2000.

Timpe, A. Dale. Creativity, Seri Manajemen Sumberdaya Manusia, Alih bahasa Sofyan Cikmat. Jakarta: PT Elelx Media Komputindo, 1992.

Tim Devisi Penelitian dan Pengmbangan MADCOMS. Panduan Mengunakan InternetuntukPemula. Yogyakarta: ANDI, 2008.
Utami Munandar. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta, 1999.

-------------------. Mengembangkan Bakat dan kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992.

Uzer Usman. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.

Wawan Wardiana. Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia. Pusat Penelitian Informatika Lembaga Ilmu Pengertahuan Indonedia, 2002. http://www.informatika.lipi.go.id/perkembangan-teknologi-informasi-di-indonesi

Williams dan Sawyer. Using Information Technology. Pengenalan Praktis Dunia Komputer dan Komunikasi. Yogyakarta: ANDI, 2007.

Zainal Aqib dan Elham Rohmanto. Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah. Bandung: CV. Yrama Widya, 2008.

 

My Dear Diary ..... | Copyright 2009 - Designed by Gaganpreet Singh